![]() |
Rumah Marga Lay di Pangkal Pinang (dok. pribadi) |
Rumah itu begitu menyolok dan terlihat gagah. Tampak sangat
terpelihara. Rumah siapakah yang ada di tepi jalan Jenderal Sudirman Pangkal Pinang?
Matahari sudah di atas kepala waktu saya melintas di depan
sebuah rumah besar. Sekilas terlihat rumah itu terbuat dari kayu yang dicat
untuk melindunginya dari kerusakan. Bangunan itu beratap genting berwarna
cokelat. Indah sekali. Saya langsung suka.
“Semoga saya bisa melihatnya dari dekat,” pinta saya dalam
hati.
Siapa menyangka jika saat langit dihiasi bintang, saya
kembali lewat di depan rumah besar itu. Lampu-lampu yang menyala membuatnya
semakin terlihat cantik. Ada aura megah yang tidak bisa ditolak oleh siapa pun
yang melihatnya. Pastilah pemilik rumah ini bukan orang sembarangan.
Sambil terus memendam rasa penasaran, saya meneruskan
keseruan berkeliling Kota Pangkal Pinang. Malam itu diwarnai dengan kelezatan
martabak Acau, gurihnya tahu kok dan bakmi Yen yen serta segelas susu kedelai hangat.
Perut kenyang dan perasaan senang menjadi kombinasi untuk memasuki alam mimpi
dengan nyaman.
![]() |
Bagian samping rumah Marga Lay (dok. pribadi) |
Tidur yang cukup membuat saya bangun pagi dengan segar. Meski
tidak membawa Sepatu untuk jalan pagi, saya tetap melakukan olahraga ringan. Kali
ini saya harus melihat dari dekat rumah besar di Jalan Jenderal Sudirman.
Maka bersama dengan terbitnya matahari, saya mulai menyusuri
jalan. Suasananya masih sepi. Hanya beberapa motor yang melintas di jalan raya.
Di depan terlihat beberapa orang tengah berkumpul. Rupanya mereka dari kelompok
pelari. Entah apakah ada kegiatan lari yang akan mereka ikuti. Saya tidak
terlalu memerhatikan.
Langkah kaki semakin mendekati rumah besar itu. Dari kejauhan
terlihat lampu terasnya sudah dimatikan. Rumah bercat putih itu tampak Anggun.
Ketika saya memasuki halamannya yang tertutup aspal, terlihat
pintu dan jendela rumah yang tertutup rapat. Layaknya rumah kuno, pintu dan
jendelanya berukuran besar. Bagian terasnya diberi pagar dari kayu yang sama-sama
dicat putih. Sementara tiang penyangga atap teras dilapisi cat hijau.
Ada dua set bangku di kanan dan kiri pintu. Keduanya sepertinya
hanya untuk menambah aksen karena tidak boleh digunakan untuk duduk. Berada di
teras rumah berlantai tegel klasik itu sudah membuat saya gembira.
Rasa senang itu semakin berlipat waktu saya masuk ke dalam
rumah berlantai dua ini. Waktu melangkah masuk, saya seperti memasuki sebuah
galeri. Beragam barang-barang kuno tertata dengan rapi. Tidak hanya seperangkat
kursi tapi juga tempat tidur dan lemari-lemari besar.
Ragam pernak-pernik khas Tiongkok terlihat menghiasi interior
rumah. Saya hitung di lantai 1 terdapat 2 kamar tidur. Sementara di lantai dua
terdapat tiga kamar tidur lengkap dengan perabotnya. Lemari-lemari besar di
lantai ini dipakai untuk menyimpan piring dan gelas. Mungkin dulu dipakai
pemilik rumah untuk menjamu para tamu.
Kaki saya seperti tidak mau berhenti, pelan-pelan sembari
mengagumi interior ruangan, saya melangkah menuju bagian belakang. Pada bagian kanan
terlihat deretan meja dan bangku serta berbagai peralatan dapur. Ternyata bagian
ini dijadikan resto atau rumah makan.
Meja dan kursi juga ditata di sisi lainnya, hanya saja di
sini terlihat kain-kain batik yang tertata rapi. Sementara di bagian tengah
yang terbuka, tampak sebuah sumur tua dan panggung kecil. Tentu sangat nyaman duduk
sambil menikmati alunan musik dan makanan.
Rumah Marga Lay
Matahari sudah semakin tinggi, pertanda saya harus kembali
ke penginapan. Sembari menikmati segelas air jeruk, saya mencari informasi
tentang rumah besar di Jalan Jenderal Sudirman. Begitu saya selesai menuliskan
kata rumah besar di jalan jenderal Sudirman Pangkal Pinang, muncul foto-foto
rumah yang baru saja saya datangi.
![]() |
Meja kursi di ruang tamu (dok pribadi) |
Ternyata rumah itu milik Marga Lay yang berada di Kampung
Katak. Pantas saja saya melihat hiasan katak di pasang di ujung kayu atap.
Rumah tradisional ini bergaya Melayu dengan paduan langgam Tiongkok dan Eropa.
Masyarakat menyebutnya sebagai House of Lay atau Rumah Keluarga Lay.
Rumah yang berada di atas lahan seluas 11.000 meter persegi
itu masih dijaga dan dirawat oleh keturunan keluarga Lay. Kabarnya rumah ini
dibangun oleh generasi pertama keluarga Lay yang datang dari Tiongkok ke
Pangkal Pinang.
![]() |
tempat tidur yang ada di rumah Marga Lay (dok. pribadi) |
Pada awal abad ke-19, Lay Fong Joe tiba dengan menggunakan
kapal. Di daerah yang baru saja diinjaknya, Lay Fong Joe bekerja sebagai
pengusaha. Meski demikian, Lay Fong Joe adalah orang istimewa. Dia tidak hanya
seorang pengusaha tetapi juga memiliki gelar Rulinlang.
Gelar ini diberikan oleh Kaisar Tiongkok kepada orang yang
dianggap berjasa bagi Pemerintah Dinasti Qing. Gelar ini setara dengan pejabat
kekaisaran tingkat 6 dari 9 pemeringkatan strata pejabat sipil dan militer.
Bukti pemberian gelar lain juga tertera pada nisan Lay Feng
Joe yang mencatat gelar Rulinlang Haxuan Zhilizhou Fengzhou. Gelar ini
menunjukkan bahwa pemilik gelar adalah pejabat kekaisaran tingkat enam yang
memimpin daerah administratif kekaisaran di luar Tiongkok.
Sepeninggal Lay Fong Joe mewariskan rumah itu pada Lay Nam
Sen. Rumah tinggal itu pun dibangun lebih megah dan bisa digunakan oleh orang kedua
dan ketiganya. Tidak hanya itu, Lay Nam Sen pun menjadi rumah besar itu sebagai
pusat obat-obatan.
Setelah Lay Nam Sen berpulang, rumah besar itu dihuni dan
dirawat oleh Lay Djit Siong. Ia sukses mengelola bioskop Surya dan terlibat
dalam pembangunan kota pada masa Pemerintahan Hindia Belanda.
Bergantinya tahun tidak membuat rumah besar ini kehilangan
pamornya. Kini rumah yang kaya akan nilai sejarah dan budaya itu dijaga oleh
generasi ke-lima keluarga Lay. Merekalah yang menjaga nilai-nilai seni dan
arsitektur dengan baik hingga bisa dinikmati oleh saya dan masyarakat luas.
Komentar
Posting Komentar
Terima kasih sudah berkunjung ke blog saya. Mohon tidak membagikan tautan disini. Silahkan meninggalkan komentar yang baik dan sopan.