Komang, Kisah Cinta Dua Sejoli Dari Baubau dan Bali.

Kilin Hijau Membuka Perayaan Cap Go Meh Bogor Street Festival 2025

 

cap go meh bogor 2025
Pembukaan Cap Go Meh Bogor Street Festival 2025 (dok. pribadi)

Jangan kubur mimpimu, meski banyak yang mengatakan kalau mimpi adalah bunga tidur. Suatu hari, bunga tidur itu bisa terwujud. Saya pernah bermimpi melihat perayaan Cap Go Meh di Bogor. Ketika keinginan itu datang, saya tidak tahu apakah bisa terwujud. Saya hanya bisa mengikutinya dari berita di media. Jarak yang jauh sangat tidak memungkinkan untuk datang melihat. Tetapi siapa sangka, saya akhirnya kembali ke Bogor. Bisa berdiri di depan panggung kehormatan dan melihat parade melintas di depan mata.

12 Februari 2025. Saat menjejakkan kaki di peron Stasiun Kereta Api Bogor, ada semburat kenangan akan masa lalu. Dulu, di peron ini saya memulai perjalanan menuju beberapa tempat, melihat Kebun Raya Bogor, menyapa rusa-rusa di halaman Istana Bogor, menikmati kelezatan roti jadul di sebuah toko roti tua (entah apakah saat ini masih ada), atau pergi menuju kawasan Cianjur untuk bekerja.

Perjalanan waktu memang mengubah sedikit wajah stasiun, tetapi saya masih mengenalinya. Meski masih terperanjat karena perubahan, tetapi saya tetap menapaki trotoar lebar nan teduh. Menikmati bangunan-bangunan tua yang membingkai Jalan H. Juanda. Semburat kenangan itu semakin menguat menuntun saya menuju Jalan Suryakencana. Mengandalkan ingatan, kaki terus melangkah melewati para pedagang kaki lima yang menjajakan mainan barongsai. Beberapa penjaja makanan juga ikut menepikan gerobak.

“Kang, naha teu jualan ti Suryakencana,” sapa seorang pedagang berkaus hitam.

“Pinuh Kang. Jalanan teh geus ditutup,” jawabnya cepat.

Meski sepintas, saya masih memahami percakapan mereka. Langkah kaki pun semakin cepat agar tidak ketinggalan melihat pembukaan acara Cap Go Meh Bogor Street Festival 2025. Tahun ini festival telah dilakukan sebanyak 19 kali secara rutin. Memang acara akan dimulai pukul 15.00 hingga tengah malam, namun lebih menyenangkan kalau melihatnya dari awal. Setidaknya saya perlu mencari tempat yang strategis untuk menonton dan memfoto.

Dari jam di telepon gengam, saya tahu masih ada satu jam sebelum pembukaan acara. Tetapi ada hal yang harus segera dilakukan, melakukan registrasi ulang ke tenda panitia. Di grup sudah dikabarkan bahwa tenda hijau milik panitia berada di depan sebuah toko cetak foto. Meski nama toko dan foto tenda terpampang jelas, saya sungguh tidak tahu letaknya.

Mengandalkan naluri, saya memilih berbelok ke pasar. Seketika dihadapat terlihat tenda-tenda penjual sayur dan buah-buahan. Jeruk-jeruk berukuran besar tentu teman yang menyenangkan kala panas menyapa, namun cukup berat menentengnya, jadi terpaksa dilewatkan saja.

Pemikiran itu ternyata benar karena saya salah mengambil jalan. Tepat di ujung pasar terlihat pagar besi telah terpasang. Tidak bisa lewat, padahal Vihara Dhamagun sudah di depan mata. Mau tak mau harus mencari jalan agar bisa menyeberang. Untungnya dari kejauhan terlihat pucuk tenda berwarna hijau, mungkin saja itu tenda panitia.

Meski terlihat dekat, tapi butuh perjuangan untuk mencapainya. Celah selebar 30 cm-an harus dilewati secara bergantian. Urusan bergiliran ini tidak mudah karena harus ada yang mau mengalah.

Perjuangan melewati celah telah berhasil. Kini saya bisa melakukan registrasi. Rasanya senang sekali melihat nama saya berada di daftar media yang meliput. Saya memang tidak bernaung di media mana pun, saya hanya seorang blogger yang senang menuliskan kisah yang saya alami untuk para pembaca.

Gladiresik

Berhasil masuk ke area parade tidak membuat saya bisa segera menemukan tempat yang pas untuk memfoto. Suasana sangat ramai, panitia tampak sibuk mengatur para pengisi acara. Teman-teman fotografer segera berpencar mencari tempat yang strategis. Saya mencoba mengikuti meski tahu akan kalah bersaing sebab hanya mengunakan telepon gengam. Tapi tidak perlu takut, toh semua orang punya prioritasnya sendiri.

ondel-ondel cap go meh
ondel-ondel cap go meh (dok. pribadi)


Merasa para peserta belum benar-benar siap, mengapa tidak menenggok sebentar ke halaman Vihara Dhanagun yang tampak penuh. Dari luar pintu terlihat tandu-tandu dengan bendera-bendera kecil, entah itu apa. Mau mendekat tidak bisa karena suasananya sangat ramai. Baiklah, sekarang lebih baik mencari posisi agar bisa melihat gladiresik dengan baik.

Cepat-cepat saya bergeser ke depan speaker besar. Tiba-tiba seseorang menyapa,

“Ibu, mau ke mana?”

“Eh, ke sana mbak,” jawab saya sambil menggeser tanda pengenal media agar lebih terlihat.

Sambil tersenyum, mbak panitia itu menyilahkan saya. Sementara beberapa orang tanpa tanda pengenal diminta untuk bergeser menjauh dari area yang akan dipakai untuk gladiresik.

20 menit berlalu. Gladiresik berjalan dengan lancar. Para penari, pewushu, dan kelompok paduan suara sudah tahu posisinya. Juga sudah paham urutan tampilannya. Sekarang giliran awak media yang mendapat perhatian.

Panitia mengarahkan semua media untuk masuk ke tempat yang sudah ditentukan. Sebuah panggung rendah di hadapan panggung utama. Namun untuk bisa berdiri di atasnya perlu kepandaian melompat dan sayangnya saya tidak pandai melompat. Akhirnya panitia mengubah sebuah bangku menjadi tangga. Berkatnya para awak media bisa berdiri di panggung dengan mudah.

Sekitar pukul 15.00 wib, rangkaian acara pembukaan dimulai. Di awali dengan penampilan Angklung kolosal, disusul oleh hadroh, tari tradisional, dan jaipongan. Keriuhan suara musik pelan-pelan menghilang. Beberapa pria berpakaian hitam masuk ke area di depan panggung utama. Mereka membawa sejumlah peralatan yang tertata rapi di atas tampah. Lalu ada batang-batang tebu dan batang pohon hanjuang terikat pada sebuah penyangga berbentuk persegi empat. Semuanya ditata rapi di atas karpet di depan panggung utama.

Setelah semua siap, empat orang laki-laki berpakaian putih melangkah masuk. Mereka lantas duduk dan membacakan Wangsit Siliwangi. Wangsit ini merupakan amanat atau pesan Raja Pajajaran, Sri Maharaja Nila Wastu Kencana yang mengingatkan masyarakat untuk saling mengasihi, mengingatkan, dan mengasuh sesama.

Usai pembacaan wangsit, Pj. Gubernur Jawa Barat Bey Machmudin menyatakan parade Cap Go Meh Bogor Street Festival 2025 resmi dimulai.

panggung utama cap go meh 2025
Ibu Sinta Nuriah sebagai tamu kehormatan di Cap Go Meh BSF 2025 (dok. pribadi)


Kemeriahan langsung terasa ketika bendera dikibaskan. Para purna Paskibraka berjalan dengan gagah. Diiringi oleh kelompok drumband Canka Ksatria Bhakti, kelompok budaya dari Jawa Barat, Jakarta, Sumatera Barat, Papua, dan Sulawesi berjalan berurutan. Satu persatu kelompok menampilkan tari tradisi di hadapan undangan, salah satunya adalah Ibu Sinta Nuriyah Wahid.

Kilin Hijau Istimewa

Di tengah kemeriahan, saya sempat merasakan setetes air mengenai lengan. Seketika saya menengadah, memandang langit yang tidak benar-benar biru. Kepala memang sudah terlindungi topi. Payung pun tersimpan rapi di dalam tas, siap digunakan kapan saja.

kilin hijau
Kilin Hijau (dok. pribadi)


“Kalau acara, hujan tidak akan turun,” ujar seorang teman ketika saya sempat mengutarakan rasa khawatir.

Tidak lama, langit kembali biru berangsur jingga sebab senja mulai menyapa. Bersamaan dengan itu, pintu Vihara Dhamagun terbuka. Sekelompok orang berkaus biru keluar. Mereka membuat pagar hidup untuk menjaga agar jalan terbuka lebar. Tidak lama berselang, sebuah barongsai dituntun keluar oleh seorang laki-laki berperawakan besar dan memakai pakaian hitam.

Barongsai ini berbeda. Warnanya hijau dan kepalanya berwarna hitam. Ada untaian melati melintang di atas kepala. Sebuah kain berwarna merah dirangkai menyerupai bunga dan disematkan di puncak kepala.

penampilan kilin hijau
Penampilan Kilin Hijau yang anggun (dok. pribadi)


Barongsai istimewa ini adalah Kilin Hijau yang dianggap hewan tunggangan dewa. Kilin hanya keluar atau ditampilkan saat acara keagamaan. Kilin hijau hanya dimiliki oleh Perguruan Gerak Badan (PGB) Bangau Putih Bogor.

Berbeda dengan barongsai biasa, tubuh Kilin tidak berbulu tetapi bersisik dengan warna hijau. Gerakannya pun terlihat lebih halus dan tenang. Meski sesekali melompat tetapi masih terasa keanggunannya.

8 Jenderal dan Dewa Laut

Penampilan Kilin benar-benar membuat saya terpukau. Gerakannya indah sekali membuat pandangan saya seakan terkunci. Hingga akhirnya Kilin kembali masuk ke dalam halaman Vihara Dharmagun.

Baru setelah itu suasana kembali ramai. Musik ditabuh dengan keras mengiringi serombongan orang yang membawa joli. Joli merupakan tempat untuk meletakkan patung dewa dan tempat dupa. Joli ini berasal dari beberapa kelenteng yang berada di Bogor dan Sukabumi.

delegasi dari taiwan
Delegasi dari Taiwan (dok. pribadi)


Masih belum tuntas melihat keindahan iring-iringan joli, tiba-tiba dari kejauhan terlihat warna kuning cerah. Rupanya mereka adalah peserta parede yang berasal dari Kuil Mazu dan Xilai’an dari Kota Tainan, Taiwan. Mereka menampilkan kelompok Ba Jia Jiang yang menggambarkan 8 Jenderal dan tandu atau Joli Dewi Laut Mazu.

loji dewa laut mazu
Loji Dewa Laut mazu (dok. pribadi)


Para pembawa tandu ini berjalan dengan langkah yang unik, maju mundur seperti membentuk angka delapan. Gerakan itu tidak berhenti meski tengah menunggu.

Berada di dekat mereka, saya bisa memerhatikan kostum yang dikenakan dengan leluasa. Kostum para jenderal sangat indah. Sulamannya terlihat sangat detail dengan pengaturan warna yang cantik. Riasan wajah pun terlihat halus sehingga menguatkan karakter wibawa dari seorang jenderal.

8 jenderal dari taiwan
8 Jenderal dari Taiwan (dok. pribadi)


Para penonton memberikan tepuk tangan meriah ketika delegasi dari Taiwan melintas. Parade pun terus berlanjut hingga magrib tiba. Setelah jeda, parade kembali berlanjut. Sebanyak 77 sangat seni budaya dari berbagai daerah ikut serta. Menurut panitia, jumlah peserta terpaksa dibatasi karena waktu pelaksanaan hanya sampai tengah malam.

Seperti sambutan dari ketua panitia penyelenggara, Guntur Santoso, Cap Go Meh Bogor Street Festival yang mengusung tema ‘A New Beginning – menyongsong era baru,” maka perayaan kali ini menjadi pembuka bagi semua lapisan masyarakat untuk menyongsong era baru dengan penuh rasa syukur dan kebahagiaan.

Tonton videonya:


Baca juga:

Mengunjungi Museum Nasional Pasca Kebakaran

Retuntuhan Keraton Surasowan

Danau Tasikardi

Pengalaman Naik Pelita Air

Ke Surabaya Naik Kapal Dharma Kartika II

 

Komentar

  1. Kilin Hijau itu ternyata barongsai yang berwarna hijau ya mba... acaranya seru banget. Iya jangan sekali-kali mengubur mimpi, kalau Allah menghendaki suatu saat mimpi itu akan terwujud.

    BalasHapus
  2. Di Semaramg saat perayaan imlek hanya ada pertunjukkan baromgsai dan kuliner khas Tiongkok. Seru banget ya mbak lihat street festival begini dan tahu kebudayaan dari negara lain yang juga jadi bagian dari kita

    BalasHapus
  3. Mba aku baru tahu kilin itu apa. Hehe. Jadi pingin nonton Cap Go Meh juga di Bogor tahun depan. Apalagi ga mungkin hujan euy

    BalasHapus
  4. Wah jadi tahu acara seperti ini. Ada ya di Indonesia dan mengedukasi kita juga nih.

    BalasHapus
  5. Meriah banget ya perayaan Cap Gomehnya. Kayanya kalau anakku diajak nonton perayaan kaya gini seneng banget lihatnya. Ternyata festival ini sudah rutin diselenggarakan selama 19 tahun.

    BalasHapus
  6. Penasaran kepingin tahu apa itu Kilin Hijau, ternyata itu adalah barongsai khusus berwarna hijau ya. Selalu seru memang ya Mbak menyaksikan acara kebudayaan seperti Cap Go Meh Bogor Street Festival ini. Suara genderang musik, tarian khas, segala macam pelengkapnya membuat acara semakin meriah.

    BalasHapus
  7. Acaranya meriah sekali ya mba. Seru sekali bisa melihat barongsai yang jarang ada, kilin hijau. Pernah sekali lihat acara barongsai dan teater cina keren banget

    BalasHapus

Posting Komentar

Terima kasih sudah berkunjung ke blog saya. Mohon tidak membagikan tautan disini. Silahkan meninggalkan komentar yang baik dan sopan.