Merespon Isu Penataan Aliran Sungai Cibanten

 

gua di situs banten girang
gua di situs banten girang (dok. pribadi)

Warung selalu menjadi tempat untuk berbagi cerita. Warung juga menjadi tempat bertukar informasi. Warung juga menjadi tempat menyalurkan kegelisahan akan isu penataan aliran sungai Cibanten.

Pembicaraan mengenai sebuah helikopter yang terbang dalam jangka waktu lama di atas kawasan Situs Cagar Budaya Banten Girang cukup santer. Beragam pendapat dilontarkan oleh warga. Ada yang menduga helikopter itu tengah memotret kawasan tempat tinggal mereka.

Hal ini tentu membuat warga yang tinggal di sekitar aliran Sungai Cibanten cemas. Padahal kabar tentang penataan aliran Sungai Cibanten sudah terdengar sejak tahun lalu. Keresahan warga berkaitan dengan perpindahan tempat tinggal.

Banyak warga yang sudah tinggal di sana sejak lama. Mungkin sudah dua generasi. Tetapi, soal surat kepemilikan menjadi misteri. Sejatinya surat itulah yang menjadi bukti kepemilikan lahan agar mendapat penggantian. Tanpa surat, bayangan penggantian menguap.

Dari berita yang ditayangkan secara digital, pemerintah menyiapkan rumah susun untuk warga. Memang belum dijabarkan lebih jauh bagaimana prosedur pemindahannya. Apakah rumah susun itu untuk semua warga yang terdampak, atau untuk mereka yang memiliki surat lengkap?

Lalu apa yang harus dilakukan warga?

Surat kepemilikan tanah menjadi kunci. Mereka yang mempunyai surat bisa mulai menyusun rencana kepindahan tempat tinggal. Lain halnya dengan warga yang tidak memiliki sehelai kertas kepemilikan tanah. Sepertinya mereka harus bersiap untuk mencari tempat tinggal baru.

Warung menjadi tempat bertukar informasi. Keresahan dicurahkan sambil mencari solusi. Apalagi kawasan tempat tinggal mereka bukan daerah biasa. Kawasan tempat tinggal warga berada di kawasan cagar budaya. Di tempat ini di duga menjadi awal masuknya Islam ke tanah Banten.

Di kawasan tersebut terdapat bangunan cagar budaya berupa gua, punden berundak, dan makam. Ketiganya letaknya berdekatan.

Letak gua berada di tepi Sungai Cibanten. Gua ini bukanlah gua alami melainkan gua buatan. Gua ini memiliki dua pintu serta dua ruang untuk berdiam diri. Bentuk dalam gua sangat rapi.

Tidak jauh dari muka gua terdapat punden berundak. Gundukan tanah itu terlihat memprihatinkan. Bentuknya hampir tidak terlihat karena tertutup rerumputan. Letaknya juga tepat di samping rumah penduduk. Cukup riskan karena kemungkinan mengalami kerusakan sangat besar.

Lain halnya dengan kedua makam yang berada beberapa ratus meter dari gua. Makam yang dikenal dengan sebutan Makam Ki Mas Jong dan Ki Agus Ju. Keduanya merupakan pemeluk agKegeliama Islam pertama di tanah Banten.

Bentuk kedua makam memang sudah tidak seperti aslinya. Namun nilai sejarah dan pendidikannya saangat tinggi. Uniknya ketika banjir besar melanda kawasan Banten Girang beberapa tahun lalu, kedua makam tidak terkena banjir. Padahal banjir merusak jembatan gantung yang berada tepat di samping makam.

Keberadaan kawasan cagar budaya tersebut tentu patut dijaga dan dilestarikan. Agar nilai sejarah dan pendidikannya tidak hilang.

Artikel ini adalah bagian dari latihan komunitas LFI supported by BRI.

Komentar