pada tanggal
#sidomuncul #bulking #gym #makananbulking
Review
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Pertunjukan Musikal Sultan Ageng Tirtayasa (dok. Pribadi) |
Bagaimana jika sebuah kisah yang tertulis dalam sebuah
buku ditampilkan dengan cara yang berbeda? Terobosan inilah yang dilakukan saat
memperlihatkan kisah Sultan Ageng Tirtayasa dalam panggung terbuka di FKIP Universitas
Sultan Ageng Tirtayasa, Serang.
Malam semakin gelap. Langit terlihat berhias awan yang
berarak. Azan Isya telah usai dikumandangkan. Satu persatu kendaraan mulai
memenuhi pelataran parkir. Sambil berbincang, anak-anak muda itu masuk ke area
pertunjukkan. Mereka lalu memilih tempat yang menurutnya nyaman. Duduk bersila,
bertukar tawa, sembari menunggu pertunjukan dimulai.
Mereka tidak datang untuk melihat permainan musik.
Meski terdengar jelas suara musik dangdut dari tembok sebelah. Alunan nan
mendayu itu “dipaksa” berdampingan dengan rancaknya suara gamelan yang
dimainkan sekelompok orang. Meski berbeda genre, tidak ada nada protes. Ruang udara
memang milik semua orang. Nikmati saja kolaborasi tak biasa ini dengan santai.
VOC datang ke Kesultanan Banten (dok. Pribadi) |
Seperti penonton lain, saya juga tidak sabar
menantikan petunjukkan istimewa ini. Malam ini untuk pertama kalinya Balai
Pelestarian Kebudayaan Wilayah 8 memperlihatkan hasil lokakarya pedalangan berjudul
Sultan Ageng Tirtayasa di Kota Serang. Kegiatan lokakarya tersebut dilakukan di
Pandeglang, sebuah kabupaten yang letaknya tidak jauh dari Kota Serang.
Lokakarya yang diikuti oleh sejumlah talenta terpilih
berlangsung selama beberapa hari di Pandeglang. Mereka menggodok diri untuk dapat menampilkan
kisah dengan cara yang menarik. Kearifan lokal tentu saja menjadi kekuatan utama.
Maka dipilihlah cara penyajian cerita seperti wayang orang namun juga mengadaptasi
kehadiran dalang. Dalang akan membuka dan menarasikan cerita agar penonton
dapat mengikuti pertunjukan dengan baik.
Saya sangat tidak sabar ingin melihat seperti apa pertunjukan
ini dimainkan, maka ketika lampu panggung dipadamkan, saya memilih menghentikan
obrolan.
Dalang yang menarasikan kisah Sultan Ageng Tirtayasa (dok. Pribadi) |
Sekejap kemudian lampu panggung menyala. Seorang laki-laki
dengan blankon tampak menyapu panggung. Tak lama kemudian seorang laki-laki
berjaket hitam masuk dan bertanya tentang orang yang mengetahui kisah Sultan
Ageng Tirtayasa. Dengan ramah laki-laki yang tengah menyapu mengatakan bahwa
dia dapat menuturkan cerita itu. Lampu kembali padam.
Tiba-tiba lampu menyala, laki-laki dengan blankon
berdiri sambil memegang sebuah gunungan. Dialah dalang yang akan menuturkan
cerita. Suara lantang dan hentakan kaki serta gerakan tangan yang menyentak-entak
gunungan membuka cerita. Dahulu di tanah Banten, Kesultanan Banten sangat
masyur. Sultan Ageng Tirtayasa berhasil memimpin wilayahnya dengan baik. Hasil
bumi berupa rempah-rempah menarik pembeli dari berbagai belahan dunia.
Hentakan kaki seakan memberi kode bagi para pemain untuk
memainkan perannya. Beberapa pemain masuk ke panggung. Mereka membawa wadah-wadah
berisi lada untuk dijual. Kehidupan saat itu tampak sangat menyenangkan. Pelabuhan
terlihat hidup dengan kedatangan para pembeli rempah-rempah. Perdagangan membuat
Kesultanan Banten hidup dan berkembang.
Sebagai pemimpin, Sultan Ageng Tirtayasa merasa
gembira dan bersyukur. Tetapi tidak dengan Sultan Haji, anak Sultan Ageng
Tirtayasa, yang menyimpan ambisi menjadi pemimpin kesultanan.
Hasrat untuk meraih lebih banyak keuntungan membuat
Sultan Haji ingin bekerja sama dengan VOC. Jelas saja Sultan Ageng Tirtayasa
menolak dengan keras. Baginya kehadiran VOC dapat membatasi kegiatan
perdagangan. Bukan tidak mungkin akan terjadi monopoli dagang. Hal ini tentu
akan merugikan Kesultanan Banten.
Perbedaan pendapat membuat Sultan Haji tidak puas.
Merasa tidak mendapat dukungan, Sultan Haji kemudian secara diam-diam
mengadakan pertemuan dengan perwakilan VOC. Tanpa ragu ia menyampaikan permintaannya
agar VOC membantunya mengalahkan Sultan Ageng Tirtayasa. Sebagai imbalan, VOC
diberi hak khusus dalam perdagangan rempah-rempah. VOC menyambut terbuka dan
menyetujui untuk membantu Sultan Haji. Kesepakatan terjadi.
Lampu-lampu di panggung meredup saat kehidupan di
wilayah Kesultanan Banten berubah. Perdagangan masih berjalan, tetapi sudah
tidak seperti biasa. Pajak yang tinggi membuat para pembeli kesulitan untuk
melakukan pembelian. Masyarakat pun tidak leluasa menjual hasil kebunnya karena
aturan yang berlaku. Perekonomian menjadi lesu.
Sultan Ageng Tirtaya berupaya untuk menyadarkan Sultan
Haji agar menghentikan Kerjasama yang sudah dibuat. Tetapi, saran itu tidak
mendapt tanggapan. Sultan Haji bahkan meminta Sultan Ageng Tirtayasa agar
menyerahkan tahta. Dia akan menggantikan ayahnya.
Perseteruan terjadi. Sultan Ageng Tirtayasa mendapat
dukungan dari rakyat, sementara Sultan Haji bersama dengan VOC. Peperangan
tidak dapat dielakkan. Kekuatan senjata VOC mampu memukul mundur para pendukung
Sultan Ageng Tirtayasa.
VOC bahkan berhasil menangkap Sultan Ageng Tirtayasa. Pertemuan
ayah dan anak pun terjadi sebelum akhirnya VOC membawa Sultan Ageng Tirtayasa ke
Batavia. Kepergian Sultan Ageng Tirtayasa menyebabkan kejayaan Kesultanan
Banten meredup. Cahaya itu semakin lama semakin lemah dan akhirnya padam.
Lampu pangung yang padam seakan menggambarkan hal tersebut.
Lampu kembali menyala saat dalang masuk sembari membawa gunungan. Dengan suara
lantang, dalang menceritakan akhir kisah perjuangan Sultan Ageng Tirtayasa yang
berakhir dengan tragis. Pemimpin kesultanan itu harus pergi dari wilayahnya
secara paksa. Kesultanan Banten pun berakhir.
Lampu-lampu kembali meredup. Menandakan pertunjukan
telah berakhir. Saya dan para penonton seakan tersadar bahwa kisah itu telah
usai. Tepuk tangan pun bergemuruh saat satu persatu pemain dan pendukung serta
sutradara pertunjukan tampil di atas panggung.
Malam itu saya melihat sebuah cara mengemas sebuah
kisah yang baru. Paduan antara untur tradisional dan kekinian mampu menarik
perhatian banyak orang, termasuk generasi muda. Terobosan-terobosan ini menjadi
salah satu cara untuk mempertahankan beragam kisah yang ada dan mengenalkannya ke
khalayak ramai. Dengan demikian kisah-kisah ini tidak akan hilang dari ingatan.
https://www.utarininghadiyati.com/2024/01/malam-malam-nonton-jaranan.html
https://www.utarininghadiyati.com/2023/11/makan-siang-dengan-ketupat-mi.html
https://www.utarininghadiyati.com/2022/12/memutus-debu-menemui-pujaan-hati.html
https://www.utarininghadiyati.com/2022/12/melihat-aruh-sastra-kalimantan-selatan.html
Seru memang nonton pertunjukkan budaya seperti ini. Seperti membaca buku sejarah lewat visual. Lengkapi dengan foto-foto bakal lebih apik Tar. Foto pun biasanya akan banyak berbicara.
BalasHapusIya Mbak Annie, fotonya minimalis karena digunakan untuk merekam. Semoga nanti bisa punya piranti tempur tambahan. Amin.
HapusMbaaa aku tuh jd keinget pas zaman kecilnsuka dengerin kaset yg isinya cerita dongeng. Ada narator nya, lalu diikuti dengan pemain2 lain.
BalasHapusKebayang aja pertunjukan ini juga seperti itu. Diawali narasi, lalu pertunjukan dramanya 😍😍.
Kalo melihat cerita sejarah dalam bentuk begini, yakin sih bakal keinget bangetttt. Drpd baca buku teks 🤣
Wah, keren ini ya, menambah wawasan dengan melihat pertunjukan bisa lbh seru
BalasHapusaku lupa apakah dulu pernah nonton drama musikal kisah Jawa, seringnya dulu nonton wayang kulit mbak. Tontonan hampir tiap weekend waktu aku masih SD
BalasHapuspengen gitu nonton drama musikal cerita sejarah kayak gini, buat aku yang ilmu sejarahnya masih singkat, melihat seperti ini sama dengan membaca buku cerita