Ke Kota Serang Naik Apa?

Area persawahan sebelum Kota Serang
Hijaunya persawahan (foto: pribadi)


Lama tidak menjelajah, akhirnya perjalanan itu dimulai. Tujuannya ke Kota Serang Provinsi Banten pakai angkutan umum. Mulai dari angkot, commuter line, sampai bus. Banyak hal baru dan memori yang terungkap selama perjalanan. Seperti apa kisahnya, yuk baca cerita lengkapnya.

Hari terakhir libur lebaran saya manfaatkan untuk melakukan perjalanan ke Kota Serang, Provinsi Banten. Ini adalah perjalanan pertama ke luar kota yang saya tempuh dengan menggunakan angkutan umum. Supaya tidak benarr-benar “buta” saya lebih dulu membaca berbagai informasi dari internet. Meski sudah membekali diri, ternyata masih ada kejutan yang membuat perjalanan semakin asyik.

Dalam benak saya, perjalanan nanti tidak akan ramai. Alasannya, sebagian besar pemudik sudah kembali dan para wisatawan sudah lelah. Tebakan yang nggak ada dasarnya sih hahahaha. Tapi bolehlah untuk menyemangati diri.

Perjalanan dimulai dari angkutan kota menuju stasiun kereta api Depok Baru. Di dalam angkot ada keluarga muda, sepasang suami istri, seorang anak bayi, dan seorang kakek. Kami sama-sama diam, seperti menikmati perjalanan. Saya mencoba meng”off”kan mode SKSD. Tidak lama naiklah sepasang suami istri. Angkot mulai ramai karena penumbang baru ini cukup akrab dan langsung ngobrol.

Commuterline menuju kota serang
Dimulai dengan naik commuterline (foto: pribadi)


Saya sangat terbantu dengan obrolan ini karena jadi tahu kalau keluarga muda itu menuju Kota Serang, seperti tujuan saya. Dari situ juga saya tahu untuk menuju Kota Serang harus membekali diri dengan tiket kereta api yang dibeli secara online. Langsung sibuk membuka aplikasi pembelian tiket perjalanan. Ternyata nggak ada penjualan tiket kereta api yang dimaui. Agak panik nih.

Saya berusaha menenangkan diri. Kalau nanti gagal sampai Kota Serang, paling tidak saya sudah sampai Rangkasbitung, kota akhir tujuan commuterline. Tanpa dinyana, keluarga muda ini memiliki tiket lebih karena tiga anggota keluarga mereka batal pulang. Saya merasa beruntung sekali.

Menuju Manggarai

Kami sama-sama menuju peron commuter line ke arah Jakarta. Sebenarnya saya ingin naik commuterline ke Tanah Abang, namun keluarga ini langsung naik commuterline yang berhenti. Jadilah kami menuju stasiun Manggarai terlebih dahulu.

Lama juga tidak menginjakkan kaki di stasiun ini. Akhirnya sibuk membaca papan petunjuk arah peron kereta menuju Tanah Abang. Bergegas berpindah peron dan bertanya pada petugas untuk memastikan peronnya sudah benar. Setelah menunggu beberapa saat commuter line tiba. Kami menuju Stasiun Tanah Abang untuk berganti commuterline menuju Rangkasbitung.

Calon penumpang ternyata cukup banyak, namun semua penumpang dapat duduk dengan nyaman. Jumlah penumpang terus bertambah hingga mendekati Stasiun di daerah Tangerang. Dari balik jendela terlihat hamparan sawah yang menguning. Musim panen hampir tiba.

Stasiun Rangkasbitung

Setelah hampir satu jam perjalanan, commuter line akan mengakhiri perjalanan di stasiun Renggas Dengklok. Penumpang masih banyak. Rupanya masih banyak yang menghabiskan waktu untuk berjalan-jalan dengan commuterline.

Stasiun rangkasbitung
Menunggu di stasiun rangkasbitung (foto: pribadi).


Kali ini saya sudah mengaktifkan mode SKSD dan berbincang dengan seorang ibu. Topiknya soal pembelian tiket kereta api lokal Merak. Tiketnya dapat diperoleh dengan membeli di aplikasi KAI Acces. Terjawab sudah penyebab saya tidak bisa membeli tiket kereta api di aplikasi pembelian tiket perjalanan yang biasa saya pakai.

Buru-buru unduh aplikasi baru dan cek pembelian tiket untuk kembali ke Jakarta. Ternyata seluruh tiket telah habis terjual. Berarti tidak bisa pulang dengan kereta api. Ayo cari alternatif lain agar bisa kembali.

Ketika commuterline benar-benar berhenti, saya mengekor keluarga muda. Rupanya stasiun Rangkasbitung tengah berbenah. Sebagian jalur keluar ditutupi seng sehingga menjadi lebih sempit. Kami terus berjalan keluar dan memutar agar bisa kembali ke area stasiun.

Saat duduk menunggu saya baru tahu kalau kereta api lokal Merak yang akan kami naiki itu baru akan berangkat pukul 17.00 WIB. Padahal saat itu baru pukul 12.30 WIB. Artinya akan banyak waktu terbuang dan saya akan tiba di Kota Serang saat senja. Tentu bukan hal yang menyenangkan jalan-jalan di senja hari.

Naik Bus Damri

Tidak ada jalan lain, harus cari alternatif angkutan menuju Kota Serang. Saya tadi sempat mendengar seorang bapak-bapak menawarkan angkutan Damri menuju Kota Serang. Tanpa banyak pertimbangan, saya memilih pamit pada keluarga muda itu dan menghampiri bus Damri. Kendaraan yang terparkir tidak jauh dari tempat saya duduk terlihat berumur.

Armada bus damri menuju kota serang
Armada damri ke kota serang (foto: pribadi).


Ukuran busnya sedang dengan stiker Damri terpasang di bagian kiri dan kanan bus. Sepertinya saya akan memasuki masa silam. Menjalani suatu kenangan yang entah berlangsung bertahun-tahun silam.

Sambil menyiapkan diri, saya naik ke atas bus yang hampir terisi penuh. Bersyukur bangku bagian depan masih kosong. Langsung saja duduk di sana. Di depan saya masih ada bangku dengan posisi menyamping menghadap pengendara.

Ya ampun, ini bener-benar seperti bus yang saya naiki setiap kali bepergian. Tidak berhenti sampai disitu, ketika semua bangku penuh terisi, kenek bus tiba-tiba mengelar tikar plastik di atas kap mesin. Tikar itu bisa diduduki oleh dua orang penumpang. Benar-benar ingatan saya ditarik mundur.

Beruntung bus Damri melaju di jalan tol sehingga perjalanan tidak terlalu lama, hanya 40 menit saja. Namun bus ternyata tidak berhenti di terminal bus Pakupatan, tapi langsung berbelok menuju Cilegon. Ya sudah turun saja.

Tempat tambahan untuk penumpang
Ngampar di atas bus (foto: pribadi)


Saya kembali berbincang dengan seorang ibu yang dengan baik hati menunjukkan arah yang ingin saya tuju. Katanya tidak terlalu jauh. Jika naik ojek tak perlu membayar hingga 20 ribu. Akhirnya saya memilih naik angkot. Tidak sampai 5 menit saya sudah sampai. Ternyata dekat.

Nostalgia di atas Bus

Hampir dua jam mengunjungi Kota Serang, saya segera kembali ke rumah. Dari petunjuk yang saya dapat, saya bisa menumpang bus ke arah Terminal Kampung Rambutan dengan menunggu di dekat pintu RS. Sari Asih, tepatnya di seberang Mall of Serang.

Oke, mari menunggu bus yang sliweran di jalan. Ada yang ke Kalideres, Merak, Bandung, dan Kampung Rambutan. Dengan berlari kecil, saya mengejar bus menuju Kampung Rambutan. Busnya penuh.

Bus ke kampung rambutan dari kota serang
Bus ke kampung rambutan (foto: pribadi)


Akhirnya saya harus bergembira karena akan berdiri. Tak apa, toh selama ini saya tidak pernah berdiri saat bepergian karena pakai motor. Ketika bus mulai berjalan saya menduga apakah akan ada pengamen dan penjaja makanan di dalam bus?

Namanya angkutan umum, berulang kali bus berhenti di terminal atau titik-titik tertentu untuk pengecekan jumlah penumpang. Nah, di salah satu titik ini naiklah dua orang perempuan membawa tas hitam. Seorang perempuan merangsek ke depan. Seorang lagi berada di belakang.

Tanpa dikomando keduanya kompak membagikan amplop ke setiap penumpang. Disertai sedikit pesan agar penumpang mau berbagi kebaikan. Tidak lama mengalunlah musik dari alat pemutar musik. Seorang perempuan kemudian menyanyi. Tidak lama, benar-benar tidak lama. Setelah itu keduanya segera menarik kembali amplop yang dibagikan. Kemudian bergegas turun di titik perhentian berikutnya.

Bus terus melaju di jalan tol. Beberapa penumpang tampak bersiap. Mereka akan turun di pintu tol Kebun Jeruk. Rupanya setelah penumpang turun, bus tidak langsung bergerak karena beberapa penumpang membawa bagasi. Keadaan ini dimanfaatkan oleh beberapa pedagang makanan untuk menawarkan tahu sumedang, lontong, dan kacang. Hua, saya benar-benar berada di masa lalu.

Berkurangnya jumlah penumpang memberi kesempatan saya untuk beristirahat. Duduk sebentar hingga bus memasuki tol dalam kota. Bersiap untuk turun di stasiun Cawang.

Perjalanan selanjutnya menggunakan commuterline menuju Depok Baru. Saya kembali berdiri sambil bersandar dan memeriksa pesan yang masuk. Mengindahkan pandangan beberapa remaja yang (entah) terpukau sama saya. Pastilah rambut abu-abu ini yang menarik perhatian mereka. Rambut saya memang menarik.

Saya bersyukur akhirnya tiba di rumah menjelang isya. Akhirnya bisa memeluk dua permata hati dan menikmati makan malam.


Baca juga:

https://www.utarininghadiyati.com/2024/04/pengalaman-naik-pelita-air-service.html

Ada apa di Kota Sera

Komentar