Melihat Aruh Sastra Kalimantan Selatan

Penampilan pemain teater Kota Banjarbaru
Penampilan pemain teater Kota Banjarbaru


Siang itu jalan menuju Kota Pelaihari lengang. Mobil pun melaju dengan tenang, tak tergesa-gesa seperti memberi kesempatan untuk menikmati pemandangan.

Sesekali terdengar perbincangan dua orang teman yang duduk di depan. Terkadang suara tawa terdengar di sela nyanyian penyanyi dangdut koplo. Saya sendiri asyik memerhatikan jalan. Tidak cuma menikmati namun sekaligus membuka kenangan baru akan perjalanan menuju Kabupaten Tanah Laut.

Sebenarnya perjalanan ke kabupaten sebelah hanya perlu 1 jam saja. Kondisi jalan yang mulus semakin mempercepat waktu tempuh. Namun tak perlu terburu-buru, nikmati saja perjalanannya.

Sebuah tugu yang berdiri di tengah jalan ternyata menjadi tanda bagi pengguna jalan kalau sudah memasuki kota Pelaihari. Mobil yang saya tumpangi berbelok ke kiri dan mengurangi kecepatan. Mencari hotel untuk menginap yang sudah dipesan.

Tidak pakai lama, 50 meter dari tugu, hotel Sinar Baru tampak di depan mata. Ah, rasanya senang, meski nanti tidak bisa langsung rebahan.

Tanpa kesulitan, mobil langsung parkir tepat di depan pintu. Proses mengurus kamar segera dilakukan agar bisa menghadiri acara pembukaan Aruh Sastra XIX Kalimantan Selatan.

Aruh Sastra Kalimantan Selatan

Sekitar 30 menit kemudian, usai menyimpan tas, saya dan dua bapak-bapak langsung menuju aula Tuntung Pandang. Ternyata letaknya tak terlalu jauh, hanya 5 menit dari hotel.

Acara pembukaan ternyata sudah usai, keterlambatan yang menguntungkan menurut saya ya, kini giliran para sastrawan tampil membaca puisi secara bergantian.

Ada yang membacakan puisi tanpa iringan musik. Fokus sepenuhnya pada puisi. Di lain kesempatan, seorang sastrawan membacakan puisinya dengan gaya unik berkat iringan musik yang ciamik. Ada juga yang membacakan puisi secara berkelompok, bergantian namun menyatu.

Asyik juga melihat dan menikmati penampilan para sastrawan ini, sampai nggak terasa kalau sore semakin matang. Lelah mulai menyapa. Acara sore ini usai, semua bisa beristirahat.

Ah iya, sebenarnya apa sih Aruh Sastra itu?

Aruh sastra rupanya ajang bertemu para sastrawan di Kalimantan Selatan. Kegiatan tahunan ini dilaksanakan di kabupaten atau kota berbeda di Kalimantan Selatan. Kandangan di Kabupaten Hulu Sungai Selatan adalah tempat pertama kali kegiatan ini digulirkan. Tahun ini merupakan tahun ke XIX pelaksanaan Aruh Sastra.

Makan apa ya?

Kembali ke hotel, rebahan sebentar karena perut mulai menuntut jatahnya. Tidak mungkin pergi ke resto atau cafe di hotel ini sebab tak ada makanan yang tersaji. Iya, pihak penginapan hanya menyiapkan sarapan.

Tak apa, saya toh masih bisa melihat-lihat keluar. Kelihatannya jalan di depan hotel merupakan jalan utama sehingga banyak warung dan toko.

Baiklah, mandi sebentar dan saatnya melemaskan kaki. Dari dalam ruang resepsionis terlihat lalu lalang kendaraan dan sebuah mini market.

Setidaknya kalau tidak dapat makanan, saya masih bisa beli camilan di sana. Mungkin ditambah sebotol susu dan sekantung keripik.

Baiklah mari menjelajah. Sebagai pembuka, saya memilih berjalan ke arah kanan. Ada beberapa warung atau rumah makan yang diselingi oleh toko penjual pulsa, warung kecil, dan toko pakaian.

Sayangnya saya tidak tertarik hingga bersiap-siap menjalankan rencana B, beli roti, camilan dan susu.

Tapi kok, kaki malah melangkah kembali ke hotel. Iseng menanyakan, ada tidak pedagang bakso. Eh, ada dan katanya tenar. Letaknya tidak jauh dari hotel, tapi ke arah kiri menuju tugu di pertigaan jalan.

Akhirnya malam itu semangkuk bakso menemani saya. Enak, biarpun saya merasa jadi artis karena diperhatikan banyak pembeli. Mungkin mereka takjub mendapati seorang perempuan makan sendiri.

Taman Pasar Lawas

Selamat pagi.

Segarnya setelah tidur malam. Saatnya mulai aktivitas bersama para pemain teater.

Sebelumnya sarapan dulu biar tidak kelaparan. Kelar sarapan langsung ke Taman Pasar Lawas. Hari ini para penampil akan uji lapangan. Nggak lama cuma dikasih waktu 10 menit.

Akhirnya latihan blocking tempat saja. Habis itu latihan berbicara alias teriak-teriak supaya suaranya bisa mencapai kondensor yang ada di langit-langit. Cuaca panas ya hajar aja. Latihan jalan terus.

Rumah penduduk jadi homestay

Puas teriak-teriak, seluruh pemain kembali ke rumah singgah atau kerennya homestay dan tidur. Saya, pelatih, dan sutradara masih asyik ngobrol seru dengan sutradara dari Kota Banjarmasin. Banyak hal yang dibincangkan, tentu tak jauh dari kesenian dan pementasan.

Menjelang sore, seluruh pemain mulai bersiap. Ruang tamu dan ruang tengah homestay terasa penuh. Di depan berubah jadi ruang rias, di tengah untuk berganti kostum dan persiapan perlengkapan. Teras rumah dikuasai pemain gamelan yang akan mengiringi pertunjukkan.

Mengenai pemakaian rumah penduduk sebagai penginapan memang dilakukan panitia untuk mendekatkan peserta dengan masyarakat. Nggak heran kalau ada saja anak-anak mengintip kegiatan kami.

Soal makanan, sepenuhnya di sediakan panitia yang rutin mengirimkan ransum sesuai jam makan.

Malam pertunjukan

Semua sudah siap, waktunya berangkat ke lokasi pentas. Sesampainya di sana, sebagian besar peserta sudah tiba dan menunggu saatnya tampil. Para pemain segera mencari tempat, saya juga tapi tempatnya di depan biar bisa mengabadikan pertunjukan sekalian bikin laporan.

Satu persatu peserta tampil. Ada 8 peserta dan kota dan kabupaten di provinsi Kalimantan Selatan. Wow, cara mereka mempresentasikan cerita sungguh beragam. Sanggat menyenangkan. Properti yang dibawa juga tidak main-main. Semua melakukannya penuh totalitas.

Nggak terasa malam semakin jauh. Udara kering khas daerah pesisir mulai terasa dingin dan kering. Waktunya kembali beristirahat.

Pagi, tak banyak yang dilakukan, selain menikmati sarapan lalu menunggu pengumuman. Bersyukur penampilan semalam mendapat apresiasi. Maka pulanglah kami dengan sebuah piala sebagai penampil terbaik. Buah kerja keras dari semua yang terlibat.

 

 

 

Komentar