- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Uang yang beredar di masyarakat sudah ada dahulu. Ketika kerajaan-kerajaan besar berkuasa hingga Indonesia menjadi negara berdaulat.
Di rumah, kami memiliki sebuah wadah dari kaleng bekas untuk menyimpan uang receh. Uang logam berwarna perak itu merupakan uang kembalian yang diperoleh setiap kali berbelanja di mini market. Tadinya uang receh itu disimpan dalam dompet kecil, namun lama kelamaan jumlahnya semakin banyak hingga dipindahkan ke wadah.
Ketika saya mengatakan akan menghitung uang logam yang terkumpul, Dita antusias membantu. Di ambilnya wadah uang receh tersebut ke ruang tengah. Satu persatu uang di susun berdasar nilainya. Setelah dihitung jumlahnya banyak juga, mencapai Rp25.000. Rencananya uang tersebut akan ditukar ke mini market agar bisa digunakan kembali sebagai uang kembalian.
Supaya mudah menghitung, uang tersebut kami bungkus dengan kertas. Satu bungkus nilainya Rp1.000. Sambil membungkus saya bercerita tentang uang logam milik almarhum Ibu yang tersimpan di dompet. Uang itu saya temukan di dalam dompet kecil Ibu.
“Uangnya seperti apa Bun?” tanya Dita penasaran.
Uang logam milik ibu (foto : koleksi pribadi) |
Saya bergegas mengambil dompet dan memperlihatkan uang pecahan Rp25. Uang berbahan logam itu terlihat kusam dan tidak menarik. Ukuranya pun kecil seperti uang logam Rp100. Di kedua sisi uang logam ini terdapat tatahan angka dan burung.
Pada bagian angka tertera angka 1971 yang menandakan masa peredaran uang tersebut di masyarakat. Ketika itu saya belum lahir. “Berarti uang ini lebih tua dari Bunda,” celoteh Dita sambil mengamati uang logam milik neneknya.
Saya tersenyum, “itu sebabnya uang koin ini Bunda simpan sebagai kenang-kenangan sekaligus koleksi.”
“Oh, seperti koleksi uang kuno yang kita lihat di museum ya,” seru Dita senang.
Melihat Koleksi Numestatik Museum
Benar nak, seperti koleksi uang yang pernah kita lihat di museum Fatahillah saat berkunjung ke Jakarta. Memang setiap kali berlibur ke Jakarta atau kota lainnya, saya dan anak-anak selalu menyempatkan diri berkunjung ke museum. Banyak sekali yang bisa dipelajari di museum, salah satunya tentang uang yang pernah beredar dan digunakan di Indonesia.
Sebagai benda koleksi, uang-uang tersebut ditata rapih dalam kotak bertutup kaca. Koleksi tersebut disusun berdasarkan era sebelum dan sesudah kemerdekaan Indonesia. Salah satu koleksi yang menarik berupa uang bergambar Jenderal Sudirman yang diterbitkan Bank Indonesia pada tahun 1968. Dibanding seri uang lainnya, seri ini memiliki pecahan terbanyak yaitu 11 lembar, terdiri dari Rp.1 hingga Rp10.000.
Uang seri Jenderal Soedirman museum Fatahillah (foto : koleksi pribadi) |
Untuk membedakan nilai uang, Bank Indonesia menggunakan dua cara yaitu dengan mencetak angka nominal serta warna berbeda. Hm, saya merasa warna-warni pada uang Indonesia mencerminkan kebhinekaan bangsa Indonesia.
Sejarah Uang Kertas dan Logam Indonesia
Dari museum Fatahillah, saya dan anak-anak melihat museum Bank Indonesia. Letaknya tidak jauh dan bisa dicapai dengan berjalan kaki. Museum ini merupakan gedung tua yang dulu difungsikan sebagai bank.
Dengan melihat koleksi yang tertata di ruang numismatik, saya mengetahui bahwa ada dua jenis bahan yang dipakai untuk membuat uang, yaitu kertas dan logam.
Ternyata kita pernah memiliki uang senilai Rp0.5! Uang kertas ini diterbitkan Pemerintah Republik Indonesia pada 17 Oktober 1845 dan dicetak oleh Pertjetakan Negara RI.
Kala itu pembuatan dan pencetakan uang masih dilakukan oleh Pemerintah. Baru pada tahun 1952 Bank Indonesia mengeluarkan uang kertas yang terdiri atas tujuh pecahan, mulai dari Rp5, Rp10, Rp25, Rp50, Rp100, Rp500, dan Rp1.000.
Sebagian besar uang dicetak di luar negeri yaitu di percetakan Thomas De La Rue & Co di Inggris dan percetakan Johan Enschede en Zonen Imp di Belanda. Sebagian kecil sisanya dicetak di NV Percetakan Kebayoran, yaitu pecahan Rp10 dan Rp25.
Salah satu fitur di museum bank indonesia (foto : koleksi pribadi) |
Selain uang berbahan kertas, pemerintah juga membuat uang dari bahan logam. Uang berbahan alumunium ini meliputi pecahan 1 sen, 5 sen, 10 sen, dan 25 sen. Semua uang tersebut berbentuk lingkaran. Khusus pecahan 1 sen dan 5 sen memiliki lubang di bagian tengah.
Saya pernah memiliki uang logam pecahan Rp5. Ukurannya cukup besar dan tebal. Uang itu dulu digunakan almarhum Ibu untuk kerokan. Sayang sekarang uang tersebut terselip entah kemana.
Hingga saat ini uang logam masih dicetak dan digunakan sebagai alat tukar. Nominalnya memang kecil, tetapi nilainya besar. Coba kalau tidak ada uang pecahan ini, pasti penjual akan kerepotan memberikan uang kembalian. Menggantinya dengan permen sudah pasti bukan solusi yang tepat karena permen bukan alat tukar resmi.
Uang Peringatan Kemerdekaan Republik Indonesia
Oh ya, selain uang kertas dan uang logam yang sudah dikenal masyarakat, ternyata pemerintah menerbitkan uang tanpa seri. Uang ini dicetak dan dapat dimiliki masyarakat sebagai benda koleksi. Sebenarnya uang ini bisa dijadikan alat tukar layaknya uang lainnya ya, tetapi karena dibuat khusus rasanya sayang kalau dibuat belanja.
Berkaitan dengan uang khusus tersebut, baru-baru ini pemerintah mengeluarkan uang khusus peringatan Kemerdekaan Republik Indonesia ke 75 senilai Rp75.000.
Sumber : www.bankindonesia.go.id |
Kehadirannya langsung menjadi perhatian. Masyarakat memperbincangan nilai jualnya di pasar. Selembar uang peringatan Kemerdekaan Republik Indonesia ada yang dihargai hingga Rp50 juta. Jauh melebihi harga aslinya. Fantastis sekali.
Lantas untuk apa sih pemerintah membuat dan mengeluarkan uang peringatan tersebut?
Merujuk pada informasi yang dilansir dari laman Bank Indonesia, uang peringatan kemerdekaan 75 tahun Republik Indonesia telah diatur dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang mata uang dan peraturan Bank Indonesia Nomor 21/10/PBI/2019 tentang pengelolaan uang rupiah, serta Keputusan Presiden Nomor 13 Tahun 2020 tentang Penetapan Gambar Pahlawan Nasional Dr. (H.C) Ir. Soekarno dan Dr. (H.C) Drs. Mohammad Hatta sebagai gambar utama pada bagian depan rupiah kertas khusus peringatan kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Kang Asep (sumber: komunitas historia indonesia) |
Pencerahan pun saya dapatkan dari Kang Asep Kambali, S.Pd. dalam perbincangan santai yang digagas oleh Teh Ani Berta melalui akun instagramnya. Menurut Kang Asep, penerbitan uang peringatan adalah hal lazim yang dilakukan oleh pemerintah. Uang tersebut dibuat sebagai simbol rasa syukur dan hadiah bagi masyarakat.
“Pembuatan dan penerbitan uang peringatan ini merupakan inisiatif Bank Indonesia dan Kementrian Keuangan dengan tujuan tidak untuk dibelanjakan. Hanya sebagai koleksi karena memiliki nilai sejarah yaitu memperingati kemerdekaan RI ke 75,” papar pendiri komunitas Historia Indonesia.
Teh Ani Berta (sumber : aniberta.com) |
Sebagai sejarawan, Kang Asep bersama Anhar Gonggong, Hoesein Rusdhy, dan Didik Pradjoko ikut terlibat dalam perumusan uang tersebut. Tentu bukan pekerjaan mudah ya merumuskan tema dan sejarah Indonesia agar dapat tergambar dalam selembar uang.
Menurut Kang Asep ada tiga tema yang tergambar pada uang peringatan kali ini, yaitu :
- Mensyukuri kemerdekaan yang telah diperjuangkan oleh para pahlawan bangsa, terlihat dari gambar pahlawan nasional Dr. Ir. Soekarno dan Dr. Mohammad Hatta serta peristiwa pengibaran bendera merah putih pada 17 Agustus 1945. Ada pula gambar gunungan, burung garuda, jembatan Youtefa di Papua, MRT, dan jalan tol yang menggambarkan pembangunan di bumi pertiwi.
- Memperteguh Bhineka Tunggal Ika yang digambarkan dengan sembilan anak mengenakan pakaian adat yang mewakili Indonesia bagian barat, tengah, dan timur.
- Menyongsong masa gemilang dengan ditampilkannya peta Indonesia berwarna emas dan satelit merah putih.
Pertama Kali Dibuat Dengan Kertas
Sebenarnya bukan baru kali ini pemerintah menerbitkan uang peringatan kemerdekaan Republik Indonesia. Ada tiga uang peringatan yang telah dibuat, yaitu uang peringatan kemerdekaan Republik Indonesia ke 25, 45, dan 50 tahun. Semuanya berbentuk koin dan terbuat dari logam.
Nilainya sudah pasti besar. Contohnya uang logam untuk memperingati kemerdekaan Republik Indonesia ke 50 yang terbuat dari emas dibandrol dengan harga Rp800.000. Wow, mahal juga ya. pantas kalau tidak semua masyarakat bisa membeli uang peringatan tersebut.
sumber : www.bankindonesia.go.id |
Berbeda dengan uang peringatan Kemerdekaan Republik Indonesia ke 75 yang dicetak di atas kertas khusus. Dengan demikian masyarakat bisa memiliki atau mengoleksi uang tersebut.
Meski berbahan kertas, uang ini memiliki banyak kelebihan. Tampilannya mengilap bak plastik dan tidak mudah koyak. Uang kertas ini juga memiliki sistem keamanan yang mumpuni sehingga sulit untuk dipalsukan.
Warna-warni Uang Indonesia
Mendengar penjelasan Kang Asep, saya berharap bisa memegang langsung uang khusus tersebut. Warnanya itu loh, cantik banget. Coba perhatikan, uang kertas yang sehari-hari digunakan hanya memiliki satu warna saja, hijau, biru, merah, atau cokelat. Tapi uang peringatan Kemerdekaan Republik Indonesia ini lebih berwarna.
“Warna yang terdapat pada uang peringatan Kemerdekaan Republik Indonesia merangkum warna dari uang yang telah beredar di masyarkat. Komposisi dan filosofinya sangat merangkum keindonesiaan kita,” pungkas Asep.
Fiuh, saya menghela nafas panjang mendengar penjelasan kang Asep. Betapa dalam makna yang terkandung dalam uang peringatan kali ini. Namun, perbincangan belum benar-benar berhenti, Kang Asep masih memberi secuil informasi penutup yang mengagumkan.
Penulisan angka 75 yang lebih besar dibanding angka nol rupanya memang mengambarkan perubahan yang akan terjadi pada cetakan uang berikutnya. Perubahan ini sebagai bukti bangsa Indonesia siap menyongsong masa depan yang lebih baik tanpa melupakan sejarah dan keragaman adat budaya masyarakat.
Daftar bacaan :
Majalah Bicara edisi 80 tahun 2019
www.bankindonesia.go,id
Komentar
Posting Komentar
Terima kasih sudah berkunjung ke blog saya. Mohon tidak membagikan tautan disini. Silahkan meninggalkan komentar yang baik dan sopan.