- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Butuh 7599 menuju generasi digital Bank Indonesia yang sempat membuat saya tersenggal namun membawa kegembiraan.
Kenapa langkah? Bukankah perlu waktu lama membangun generasi digital yang mumpuni agar siap mendukung revolusi industri 4.0, khususnya dibidang ekonomi.
Tentu saja sebab yang saya maksud adalah jumlah langkah kaki untuk mencapai tempat acara Bank Indonesia Netifest 2020 di Hotel Aryaduta Jakarta.
Buat saya yang kemana-mana menggunakan kendaraan roda dua, mencapai 7599 langkah dalam satu hari adalah pencapaian besar.
Perlu kerja keras membujuk kaki agar tetap mau melangkah. Untunglah sepatu yang saya kenakan sangat nyaman. Demikian juga pemandangan yang saya dapati sangat berbeda.
Deretan kendaraan berbaris itu tidak ada di kota tempat tinggal saya.
Ditambah janji temu dengan teman di tanggal yang sama, 15 Januari 2020, membuat saya mampu mengalahkan ego untuk menikmati kenyamanan kamar hotel di jalan Prajurit KKO Usman dan Harun 44-48.
Maka dengan tekad bulat, saya mulai melangkahkan kaki menapaki jalan yang tidak biasa.
Bandara Syamsudin Noor
Rupa gedung terminal Bandara Syamsudin Noor yang baru sangat menarik. Lebih besar dan luas dengan interior minimalis namun kaya sinar matahari.
Dibalik keindahan yang ditawarkan, saya menyadari kalau alur menuju pintu masuk, tempat cek in, tempat pemeriksaan, pengecekan barang, hingga ruang tunggu cukup berliku.
Sekat-sekat dari kaca seperti menuntun para penumpang berbelok, ke kiri lalu ke kanan. Baca papan petunjuk ya supaya tidak tersasar. Treknya lumayanlah buat pemanasan sebelum melanjutkan jalan kaki di Ibukota Jakarta.
Antara Gambir dan Aryaduta
Meninggalkan Bandara Soekarno Hatta dengan bus damri menuju Stasiun Gambir. Dari sini saya melanjutkan perjalanan menyusuri Jl. M.I Ridwan Rais hingga Hotel Aryaduta.
Memanfaatkan peta digital, supaya tidak nyasar, saya mulai menapaki jalur pedestrian. Di belakang halte Stasiun Gambir sempat ragu melanjutkan perjalanan. Ada sekumpulan laki-laki. Mereka duduk bergerombol sambil berbincang dan menikmati nasi bungkus. Duh, saya takut mengganggu. Tapi mau lewat tepi jalan raya kok ngeri. Akhirnya dengan setengah membungkuk dan mempercepat langkah saya berhasil menahan godaan dari nasi bungkus berkuah merah.
Selanjutnya tidak ada godaan yang berarti hingga akhirnya sampai di Hotel Aryaduta yang sudah ada sejak 1974.
Sarinah
Meski lapar terasa, saya memilih bertahan. Janji temu dengan seorang kawan cukup ampuh untuk menjadi bahan bakar menuju Sarinah.
Ah, ternyata saya bingung berada di dalam pusat perbelanjaan ini. Tangga berjalan menjadi patokan selama berkeliling dari satu lantai ke lantai berikut agar tidak bosan menunggu teman yang terjebak kemacetan.
(
Kaki mulai protes keras dan memaksa berhenti di lantai 4. Entah sudah berapa ribu langkah yang berhasil tercatat di aplikasi kesehatan. Saya memilih tidak melihatnya. Lebih asyik memandangi kain batik yang tertata rapi di atas meja. Indonesia memang kaya.
Gelato
Senyum merekah saat kami bersua. Cerita pun mengalir selama berjalan menuju sebuah rumah makan legendaris di jalan Gereja Theresia.
Ya, kami menuju Kafe Pisa Menteng yang sudah sejak lama ada. Banyak kenangan indah milik teman tertinggal di sana. Kelezatan gelato yang paling melekat kuat.
Hm, ternyata gelato cokelat pekat dan mint benar-benar pasangan tepat. Rasa pahitnya seperti menghilang tersapu kesegaran gelato berwarna hijau. Masih ada pilihan gelato lainnya. Stroberi, kiwi, buah naga, oreo, dan lainnya yang seperti meminta saya untuk kembali.
Sayang, malam makin menjelang. Meski baru pukul 20.00 Wib rasa kantuk makin menguat. Jam tubuh saya tidak otomatis berubah, masih tetap Wita.
Saatnya memberi tubuh istirahat. Walau lelah tapi saya merasa jalan kaki memberi manfaat luar biasa. Secara fisik, saya merasa lebih kuat dan sehat. Dari sisi batin saya merasa sangat gembira dapat bersua dan berbagi cerita sembari menikmati kelezatan gelato nan menyegarkan.
Kenapa langkah? Bukankah perlu waktu lama membangun generasi digital yang mumpuni agar siap mendukung revolusi industri 4.0, khususnya dibidang ekonomi.
Tentu saja sebab yang saya maksud adalah jumlah langkah kaki untuk mencapai tempat acara Bank Indonesia Netifest 2020 di Hotel Aryaduta Jakarta.
Buat saya yang kemana-mana menggunakan kendaraan roda dua, mencapai 7599 langkah dalam satu hari adalah pencapaian besar.
Perlu kerja keras membujuk kaki agar tetap mau melangkah. Untunglah sepatu yang saya kenakan sangat nyaman. Demikian juga pemandangan yang saya dapati sangat berbeda.
Deretan kendaraan berbaris itu tidak ada di kota tempat tinggal saya.
Ditambah janji temu dengan teman di tanggal yang sama, 15 Januari 2020, membuat saya mampu mengalahkan ego untuk menikmati kenyamanan kamar hotel di jalan Prajurit KKO Usman dan Harun 44-48.
Maka dengan tekad bulat, saya mulai melangkahkan kaki menapaki jalan yang tidak biasa.
Bandara Syamsudin Noor
Rupa gedung terminal Bandara Syamsudin Noor yang baru sangat menarik. Lebih besar dan luas dengan interior minimalis namun kaya sinar matahari.
Perjalanan dimulai (foto koleksi pribadi) |
Dibalik keindahan yang ditawarkan, saya menyadari kalau alur menuju pintu masuk, tempat cek in, tempat pemeriksaan, pengecekan barang, hingga ruang tunggu cukup berliku.
Sekat-sekat dari kaca seperti menuntun para penumpang berbelok, ke kiri lalu ke kanan. Baca papan petunjuk ya supaya tidak tersasar. Treknya lumayanlah buat pemanasan sebelum melanjutkan jalan kaki di Ibukota Jakarta.
Antara Gambir dan Aryaduta
Meninggalkan Bandara Soekarno Hatta dengan bus damri menuju Stasiun Gambir. Dari sini saya melanjutkan perjalanan menyusuri Jl. M.I Ridwan Rais hingga Hotel Aryaduta.
Memanfaatkan peta digital, supaya tidak nyasar, saya mulai menapaki jalur pedestrian. Di belakang halte Stasiun Gambir sempat ragu melanjutkan perjalanan. Ada sekumpulan laki-laki. Mereka duduk bergerombol sambil berbincang dan menikmati nasi bungkus. Duh, saya takut mengganggu. Tapi mau lewat tepi jalan raya kok ngeri. Akhirnya dengan setengah membungkuk dan mempercepat langkah saya berhasil menahan godaan dari nasi bungkus berkuah merah.
Selanjutnya tidak ada godaan yang berarti hingga akhirnya sampai di Hotel Aryaduta yang sudah ada sejak 1974.
Sarinah
Meski lapar terasa, saya memilih bertahan. Janji temu dengan seorang kawan cukup ampuh untuk menjadi bahan bakar menuju Sarinah.
Ah, ternyata saya bingung berada di dalam pusat perbelanjaan ini. Tangga berjalan menjadi patokan selama berkeliling dari satu lantai ke lantai berikut agar tidak bosan menunggu teman yang terjebak kemacetan.
Batik warisan budaya Indonesia (foto koleksi pribadi) |
Kaki mulai protes keras dan memaksa berhenti di lantai 4. Entah sudah berapa ribu langkah yang berhasil tercatat di aplikasi kesehatan. Saya memilih tidak melihatnya. Lebih asyik memandangi kain batik yang tertata rapi di atas meja. Indonesia memang kaya.
Gelato
Senyum merekah saat kami bersua. Cerita pun mengalir selama berjalan menuju sebuah rumah makan legendaris di jalan Gereja Theresia.
Gelato Kafe Pisa Menteng (foto koleksi pribadi) |
Ya, kami menuju Kafe Pisa Menteng yang sudah sejak lama ada. Banyak kenangan indah milik teman tertinggal di sana. Kelezatan gelato yang paling melekat kuat.
Hm, ternyata gelato cokelat pekat dan mint benar-benar pasangan tepat. Rasa pahitnya seperti menghilang tersapu kesegaran gelato berwarna hijau. Masih ada pilihan gelato lainnya. Stroberi, kiwi, buah naga, oreo, dan lainnya yang seperti meminta saya untuk kembali.
Sayang, malam makin menjelang. Meski baru pukul 20.00 Wib rasa kantuk makin menguat. Jam tubuh saya tidak otomatis berubah, masih tetap Wita.
Saatnya memberi tubuh istirahat. Walau lelah tapi saya merasa jalan kaki memberi manfaat luar biasa. Secara fisik, saya merasa lebih kuat dan sehat. Dari sisi batin saya merasa sangat gembira dapat bersua dan berbagi cerita sembari menikmati kelezatan gelato nan menyegarkan.
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Komentar
Posting Komentar
Terima kasih sudah berkunjung ke blog saya. Mohon tidak membagikan tautan disini. Silahkan meninggalkan komentar yang baik dan sopan.