- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Pembuat batik tulis di Cirebon (koleksi pribadi) |
Batik, karya seni ini begitu indah dan saya sangat
menyukainya. Rasanya bangga sekali setiap kali menggenakannya. Inilah warisan
Indonesia untuk dunia yang telah diakui keberadaannya.
Coba teman-teman membuka lemari pakaian. Pasti di sana
tersimpan sebuah baju batik. Begitu juga dengan saya. Selama ini, saya hanya
sebagai penyuka batik. Di lemari, tersimpan beberapa lembar kain serta pakaian
batik.
Entah sejak kapan rasa cinta itu hadir. Yang saya tahu,
setiap kali melihat batik selalu timbul rasa ingin memiliki. Untuk menuntaskan
keinginan itu, saya membeli sebuah baju atau rok batik. Tentu saja pakaian itu
tidak terlalu mahal. Disesuaikan dengan anggaran yang ada.
Arah mata angin pelan-pelan berubah. Saya tidak cuma membeli
pakaian tapi kain jarik. Melihat motif saat kain dibentangkan, ternyata menarik
dan menyenangkan. Lembaran kain panjang ini hanya saya pakai saat menghadiri
undangan.
Siapa kira, melilitkan kain panjang di tubuh membuat saya
merasa menjadi perempuan, anggun. Jauh sekali dari gaya keseharian yang berkaos
dan celana panjang.
Batik Klasik
Sampai di sini, saya sadar sama sekali tidak mengerti soal
batik. Hanya tahu cara membuatnya karena pernah melihat dan mencoba. Tetapi
kalau ditanya lebih jauh, saya angkat tangan.
Hingga suatu saat, ketika mencari buku di Perpustakaan
Daerah, saya mendapati buku “Batik Klasik”. Sayang saya tidak tahu siapa pengarannya. Usia buku ini cukup tua.
Sampulnya berwarna hijau dan agak pudar. Kertasnya pun mulai kekuningan. Namun seluruh
informasi disajikan dalam dua bahasa, Indonesia dan Inggris.
Buku Batik Klasik (foto koleksi pribadi) |
Walau pun dilengkapi gambar, jangan berharap bisa mendapati
gambar berwarna macam buku masa kini. Hanya hitam putih, namun seluruh motif
terlihat jelas.
Saya membuka satu per satu halamannya. Tidak ada nama
penulis disampul dan bagian dalamnya. Ah, sayang sekali.
Pada bagian pengantar, penulis buku menjelaskan bahwa buku
ini berisi informasi tentang batik klasik. Termasuk cara pembuatan batik dan
motifnya.
Halaman vii Buku Batik Klasik (Foto: koleksi pribadi) |
Uraian tersebut dituliskan dalam empat bab. Tidak banyak,
tetapi sungguh membuka mata saya.
Dengan rasa ingin tahu yang besar, saya mulai menenggelamkan
diri. Perjalanan dimulai dari membatik.
Bagian pertama buku ini menjelaskan
tentang peralatan yang dipakai membatik. Dari gawangan atau tiang penyangga
kain, lalu bandul, wajan, anglo, tepas, taplak, saringan “malam”, dingklik, dan
canting.
Canting
Alat ini mudah dikenali karena bentuknya yang unik. Saya pun
pernah mendapatinya di sebuah perbelanjaan besar di Jakarta. Benda ini ternyata
bisa dijadikan buah tangan khas Indonesia.
Dari semua perlengkapan, canting merupakan peralatan utama.
Tanpa canting, seorang pembatik akan kesulitan menorehkan malam di atas kain.
Hal ini berlaku pada pembuatan kain batik tulis.
Semula, saya mengira canting yang dipakai tidak memiliki
jenis, alias hanya sebuah canting. Ternyata canting dibedakan berdasarkan fungsi,
besar kecil cucuk (mulut) canting, dan menurut banyaknya cucuk.
Walaupun memiliki perbedaan, canting tetap terdiri dari
gagang terong, berupa tangkai kayu yang ditancapkan pada tangkai yang
sebenarnya. Lalu nyamplungan untuk menampung cairan “malam” serta carat atau
cucuk untuk mengeluarkan cairan “malam” dari nyamplungan.
Kain Mori
Lembaran kain katun putih ini memiliki kualitas dan jenis
yang akan menentukan baik buruknya kain batik. Kain akan dipotong sesuai
kebutuhan. Cara mengukurnya terbilang unik karena menggunakan ukuran
tradisional yang dinamakan “kacu”.
Para pembatik menyebutkan “sekacu” yaitu ukuran persegi yang
diambil dari ukuran lebar kain tersebut. Hm, kalau begitu jika jenis kain mori
yang dipakai berbeda, tentu akan memengaruhi panjang dan lebar kainnya. Unik
juga ya.
Pola
Ketika berkunjung ke pembuat batik di Cirebon, saya pernah
melihat seorang laki-laki sibuk memindahkan gambar ke atas kain. Prosesnya
dilakukan dengan hati-hati.
Pola diperlukan untuk mempermudah pembatik saat menorehkan
cairan “malam” di atas kain. Menempelkan pola pada kain dilakukan dengan cara
“dibitingi” artinya ditusuk dengan jarum pada keempat sudutnya. Barulah pola
dipertegas, disalin dengan alat tulis.
Lilin (“Malam”)
Kain yang telah digambari siap. Seorang pembatik mulai
menyiapkan “malam” sesuai keperluan. Rupanya cairan “malam” tidak hanya satu.
Ada sembilan jenis malam yang kerap dipakai, yaitu “malam”
tawon, “malam” klenceng, “malam” timur, “malam” sedang, “malam” putih, “malam”
kuning, “malam” songkal, keplak, dan gandarukem.
“Malam” akan dicampur sesuai kebutuhan. Jadi tidak semua
jenis “malam” dipakai bersamaan. Sebenarnya “malam” tidak habis, karena “malam”
yang dilepaskan melalui proses mbabar, akan diambil dan digunakan kembali.
Membatik
Ketika semua peralatan telah siap, kain telah diberi pola
dan diletakkan di atas gawangan, anglo dinyalakan, pembatik siap menorehkan
canting berisi malam ke atas kain. Satu persatu gambar diisi “malam”.
Perlahan pembatik meniup ujung canting. Hal ini dilakukan
untuk mengembalikan “malam” dalam cucuk ke dalam nyamplungan, menghilangkan
cairan “malam” yang membasahi cucuk canting, dan menghilangkan kotoran yang
menyumbat.
Dari buku ini, saya mengetahui bahwa proses membatik
dilakukan secara bertahap. Dimulai dengan membatik kerangka, ngisen-isen atau
memberi isi, nerusi, nembok, dan bliriki.
Dahulu di daerah Surakarta, pembatik akan menjemur kain
setiap kali menyelesaikan satu tahap membatik. Cara ini dilakukan agar “malam”
meleleh sehingga tidak mudah rontok. Walau pun memakan waktu, proses ini justru
menguatkan “malam” dan menghasilkan kain batik yang cantik.
Rangkaian proses membatik akan dilanjutkan dengan mbabar
atau memberikan warna. Dulu, warna yang dipakai berasal dari alam, seperti
nila, tebu, kapur sirih, tajin, soga, dan saren.
Seperti halnya membatik, proses mbabar batik dilakukan dalam
beberapa tahap.
Pertama kali kain yang sudah dibliriki akan di medel dan bironi.
Medel dibuat dari nila. Kain akan dimasukkan ke dalam cairan nila berulang kali
hingga kain berwarna hitam. Batikan lantas direndam dalam air bersih agar
“malam” rontok.
Setelah dibilas dengan air bersih, batikan akan dikanji dan
dibironi. Baru setelah itu batikan akan diwiru dan dimasukkan ke dalam wadah
berisi soga. Setelah diangin-anginkan, batikan akan dicelup dalam larutan saren
atau nyareni.
Rangkaian mewarnai kain batik akan diakhiri dengan
melepaskan “malam” atau nglorot. “Malam” akan terlepas sepenuhnya dari kain
setelah direndam dalam air mendidih. Barulah kain batik diangin-anginkan agar
kering. Kini batik sudah siap digunakan atau dijual.
Motif Batik
Ah, menyimak perjalanan selembar kain batik benar-benar
menggasyikan. Namun saya belum sampai dititik akhir.
Motif batik adalah bagian penutup buku ini. Hm, selama ini
saya hanya mengenal motif parang. Ternyata motif ini memiliki 21 jenis, seperti
gondosuli, parang baris, parang centung, parang curigo, parang jenggot, parang
kembang, parang kirna, parang klitik, parang kurung, parang kusuma, parang
menang, parang ngesti, dan parang peni.
Ragam Motif Batik (foto: koleksi pribadi) |
Ada pula motif geometri yang terlihat beraturan, seperti
bibis pista, bintangan, cakar melik, cakar wok, cempaka mulyo, gambir seketi,
dan jayakusuma.
Lalu motif banji. Tercatat ada 4 motif banji yaitu banji,
banji bengkok, banji guling, dan udan liris.
Alam juga menjadi sumber inspirasi para pembatik. Terlihat
dari motif yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, seperti anggur, cangklet, cokrak-cakrik,
delima wantah, kembang pudak. Ganggong sari, ganggong wibawa, candrakusuma,
cempaka mekar, ceplok manggis, kembang cengkeh, dan melati selangsang.
Satwa pun tak luput diabadikan dalam motif batik, sebut saja
alas-alasan, ayam puger, bramara, buntal, dara gelar, gringsing sisik, nogo
puspa, dan sido mukti.
Meski motif yang disebutkan disajikan bersama gambar hitam
putih, saya sungguh merasa senang karena bisa melihatnya dengan jelas.
Di akhir halaman, saya sangat berterima kasih kepada penulis
yang telah menyajikan tulisan tentang batik klasik dengan baik. Membacanya,
membuat rasa suka dan cinta pada batik semakin bertambah. Batik benar-benar
warisan Indonesia untuk dunia.
Komentar
Batik emang bner ya kak sekarang dh mendunia apa lg adanya internet nyebarnya cepet
BalasHapusiya, rasanya bangga banget setiap kali lihat di televisi para pemimpin dunia pakai baju batik. keren.
HapusHalo salam kenal mbak, wah menarik juga ya buku batik ini. Biasanya yang beli adalah mereka yang kolektor biasanya. Soalnya dari sisi harga buku seperti ini biasanya mahal, begitu sih kalau pengalaman saya.
BalasHapusSalam kenal ya mbak
Salam kenal kembali mas Zaki, bukunya memang sudah tua, kemungkinan besar buku ini termasuk barang koleksi. beruntung saya mendapatkannya di perpustakaan daerah. kondisinya pun sangat terawat.
HapusMantap, menambah wawasan tentang batik. Makasi artikelnya :)
BalasHapusterima kasih mbak
HapusDi Museum Tekstil dekat Tanah Abang, saya pernah iseng mencoba belajar membatik sederhana. Ternyata susah... butuh kesabaran dan ketelitian.
BalasHapus