Saling Bantu dan Jaga Berkat BRImo

Museum Basoeki Abdullah, jejak perjalanan seorang maestro Indonesia

Setiap liburan, saya dan anak-anak selalu menyempatkan diri mengunjungi museum. Kali ini museum Basoeki Abdullah menjadi tujuan kami. Museum ini merekam jejak perjalanan seorang maestro lukis Indonesia yang kehidupannya berakhir dengan tragis.

Sebuah plang besar di bawah jalan MRT menjadi tanda bahwa keberadaan museum Basoeki Abdullah sudah dekat. Tinggal berbelok ke kiri lalu mengikuti jalan, maka sampailah saya ditempat yang dituju. Letak museum ini memang tidak berada di tepi jalan besar, melainkan di kawasan perumahan. Tepatnya di Jalan Keuangan Raya No. 19, Cilandak Barat, Jakarta Selatan.

Selamat datang di Museum Basoeki Abdullah (foto: koleksi pribadi)
Patung sang maestro serta plang bertuliskan Museum Basoeki Abdullah seakan menegaskan keberadaannya. Andaikan tidak ada plang tersebut, niscaya saya ragu kalau bangunan ini adalah museum. Ya, bangunan museum ini seperti halnya rumah biasa. Meski ada bangunan baru dan besar disampingnya, kesan rumah tinggal terasa kental.

Dipandu oleh petugas keamanan, saya menuju bangunan baru yang berada di samping rumah lama. Setelah membeli karcis seharga Rp 2.000, mulailah perjalanan mengelilingi kenangan akan kehidupan sang maestro.

Sejarah Museum Basoeki Abdullah

Berbekal secarik lembaran yang diberikan petugas, saya mengetahui riwayat berdirinya museum ini. Rupanya kepergian tragis sang maestro pada tahun 1993 mendorong pihak keluarga untuk menyerahkan kediaman tersebut kepada pemerintah untuk dijadikan museum. Tujuannya agar masyarakat dapat mengetahui sekelumit perjalanan hidup dan karya yang dibuat Pelukis Basoeki Abdullah.

Rumah tinggal itu tidak serta merta dijadikan museum. Oleh Direktorat Jenderal Kebudayaan, bangunan direnovasi dan dikembangkan agar dapat difungsikan sebagai museum. Baru pada tanggal 25 September 2001, seluruh bangunan resmi dibuka menjadi museum.

Banner di ruang depan (foto: koleksi pribadi)
Kini museum Basoeki Abdullah terdiri dari dua bangunan, bangunan pertama adalah rumah tinggal mendiang Basoeki Abdullah dan bangunan kedua disebut sebagai pengembangan area museum. Keduanya dihubungkan oleh lorong yang memudahkan para pengunjung berpindah tempat.

Ruang Tamu

Layaknya rumah tinggal, di sini saya mendapati sebuah ruang tamu yang berada di lantai 1. Terlihat seperangkat sofa antik lengkap dengan meja. Beberapa lukisan menghiasi dinding ruangan ini. Termasuk lukisan diri sang Maestro yang dipajang di sudut ruangan.

Tidak banyak barang yang dipajang di ruang tamu ini. Mungkin dahulu memang demikian adanya. Untuk membedakan dengan ruangan lain, ketinggian ruang tamu dibuat lebih rendah. Sangat khas bangunan masa itu.

Ruang Koleksi Benda Pribadi

Tepat disamping ruang tamu terdapat ruang koleksi benda pribadi milik sang pelukis. Tampak benar 
bagaimana sang pelukis sangat menjaga penampilannya. Topi baret, kacamata, dan sabuk dengan mata sabuk besar adalah barang yang selalu dikenakan. Tidak heran kalau menjadi ciri khasnya.

Pakaian, sepatu, topi baret, dan kacamata yang kerap dipakai Pelukis Basoeki Abdullah (foto: koleksi pribadi)
Saat melihat koleksi pakaian yang kerap digunakan, saya baru sadar betapa sang pelukis begitu memerhatikan penampilan. Saya pikir beliau hanya identik dengan topi baret dan kacamata besar saja, ternyata tidak. Jas dan jaket berukuran besar rupanya menjadi pelengkap yang kerap digunakan.

Tepat diseberang jajaran pakaian yang dikenakan, terlihat sebuah lukisan replika dari Ratu Juliana. Ada banyak kisah dibalik pembuatan lukisan ini. Dari informasi yang terdapat di Majalah Maestro, Basoeki Abdullah tengah mengikuti lomba melukis penobatan Ratu Juliana di Niew Kerk, Amsterdam, Belanda. 
Padahal pada saat yang sama, tepatnya tahun 1948, di Yogyakarta tengah berlangsng pertempuran kedua.

Meski mendapat kritikan keras, Pria keturunan ningrat ini memiliki pendapat kuat. “Saya justru ingin menunjukkan kepada mereka bahwa orang Indonesia buka cuma bangsa kuli, tapi juuga punya reputasi dalam seni.” Dalam forum tersebut, pelukis Basoeki Abdullah berhasil menjadi juara, mengalahkan 87 orang pelukis Belanda.

Ruang memorial

Semula ruangan ini tertutup. Namun dua orang siswa magang kemudian membukanya agar saya bisa melihatnya. Inilah ruang pribadi sang maestro, ruang tidur tempatnya beristirahat dari kesibukannya menggoreskan cat.

Kamar tidur Basoeki Abdullah (foto: koleksi pribadi)
Ruangan yang tidak terlalu besar itu terasa senyap. Dindingnya dicat putih. Sebuah lemari besar tepat berada di depan tempat tidur. Sementara di sisi kiri terdapat beberapa patung bunda maria, Rosario, serta alkitab. Mungkin disinilah Basoeki Abdullah berdoa setiap hari sebelum beristirahat atau sebelum melakukan kegiatan.

Beberapa barang pribadi milik sang maestro (foto: koleksi pribadi)
Didalam ruangan ini juga terdapat kamar mandi. Bercat hijau pudar dengan lantai keramik putih. Sebuah bak mandi rendam berada di seberang pintu kamar mandi. Tepat dikaki bak mandi terdapat rak kecil untuk menyimpan peralatan mandi.

Sementara pasta gigi dan sikat gigi tersimpan rapi di atas wastafel yang berada di dekat pintu kamar mandi. Entah mengapa saya merasa ada kesedihan di sini, mungkin karena disinilah perjalanan hidup sang maestro berakhir. Siapa menyangka, Basoeki Abdullah harus kehilangan nyawa ditangan seorang pencuri yang masuk ke dalam rumahnya. Ironisnya, beliau terbunuh dengan senjata koleksinya yang digunakan sang pencuri untuk memukulnya.

Ruang Koleksi Senjata dan Aksesoris

Tak ingin larut, saya memutuskan untuk melihat koleksi senjata dan aksesoris sang Maestro. Beragam senjata tajam tertata rapi. Termasuk beberapa senjata laras panjang dan sebuah senjata kuno berwarna hitam.

Tepat disampingnya, tertata beberapa piagam penghargaan yang berhasil diraih sang pelukis. Juga beberapa kalung, selendang, serta ikat kepala. Jujur ketika melihat ikat kepala tersebut, saya langsung teringat pada pakaian khas pria arab.

Ruang abstrak dan ekspresionis

Melanjutkan penjelajahan ke lantai dua, masih di gedung pertama. Kesan yang tersirat terasa lebih berwarna. Mungkinkah karena kehadiran beragam lukisan besar? Atau cahaya yang melimpah? Entahlah.

Mari menjelajahi ruang abstrak dan ekspresionis untuk mengetahui apa saja karya lukis yang dibuat sang maestro.

Meski dikenal sebagai pelukis bergaya naturalis, toh Basoeki Abdullah kerap melukis dengan gaya realisme. Namun sangat sedikit yang mengetahui kalau Basoeki Abdullah pernah melukis dengan gaya abstrak dan ekspresionisme.

Papan petunjuk ruangan untuk menyimpan koleksi (foto: koleksi pribadi)
Ruangan pameran lukisan: keluarga Basoeki Abdullah

Diruangan ini, saya baru mengetahui bahwa sang Maestro tumbuh besar di kalangan keluarga pelukis. Ayahnya, Abdullah Suriosubroto adalah seorang pelukis pemandangan alam. Begitu juga dengan kakak kandungnya, Sudjono Abdullah dikenal sebagai pelukis pemandangan.

Ruang pamer wayang orang dan wayang kulit

Ada sesuatu yang berbeda diruangan ini. Tidak ada satupun lukisan di sini. Melainkan sehelai kain, sebuah baju gatot kaca, dan kain sampur untuk menari. Rupanya pada tahun 1946, Basoeki Abdullah pernah tampil menari wayang orang dalam sebuah pertunjukkan di negeri Belanda.

Beliau juga sangat menyukai wayang, yang terlihat dari koleksi wayang kulit miliknya. Wayang kulit ini terdiri dari dua versi, yaitu gaya Surakarta dan gaya Yogyakarta.

Kehidupan dan keindahan

Perjalanan di gedung pertama berakhir, selanjutnya menuju gedung dua. Saya langsung menuju ruangan besar yang menyimpan beberapa lukisan berukuran besar. Rupanya inilah ruangan kehidupan dan keindahan.

Di antara lukisan (foto: koleksi pribadi)
Nama tersebut disematkan karena lukisan yang ditampilkan bercerita tentang keindahan alam. Gaya naturalis terlihat sangat kuat menangkap keindahan obyek lukisan. Sungguh menyenangkan melihatnya. Terasa menyegarkan.

Peralatan Melukis

Tepat disamping ruangan ini terdapat sebuah ruangan, atau lebih tepat saya sebut pojok penyimpan peralatan melukis.

Palet dan mesin ketik (foto: koleksi pribadi)
Tampak sebuah palet dengan tumpukan cat yang menggering. Lalu beberapa buah kuas serta cat yang dulu dipakai untuk melukis. Cat merek Winston dan Rembrandt sepertinya sangat disukai Basoeki Abdullah.

Selasar topeng dan mural

Mendekati sebuah selasar, ditata beberapa barang koleksi sang maestro yang tidak berhubungan dengan seni lukis. Beberapa patung dan topeng tertata rapi dalam rak kaca.

Mural besar di selasar (foto: koleksi pribadi)
Tepat diseberang lemari kaca terlihat sebuah mural besar yang menceritakan semangat sang pelukis.

Semangat itulah yang coba terus menerus dihembuskan kepada masyarakat melalui berbagai kegiatan yang kerap diadakan di museum Basoeki Abdullah. Ya, tempat ini tidak cuma memajang karya, namun menjadi tempat kegiatan seni dan budaya bagi masyarakat.

Museum Basoeki Abdullah
Jl. Keuangan Raya No.19, RT.7/RW.5, Cilandak Bar., Kec. Cilandak, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12430

Jam buka:
Buka ⋅ Tutup pukul 16.00


Jam Berkunjung

Kamis08.00–16.00
Jumat08.00–16.00
Sabtu09.00–15.00
Minggu09.00–15.00
SeninTutup
Selasa08.00–16.00
Rabu08.00–16.00



Harga tiket
Anak-anak Rp2.000
Dewasa Rp.5.000

Peta

https://goo.gl/maps/hSFXLPsRFXMUtog27



Komentar

  1. Halo mbak Utari apa labar? Wah, aku juga paling senang berkunjung ke museum. Ini kok murce bener ya HTM nya? Boleh foto2 begini ya...seru! Kalau mau ke sana mesti konfirmasi dulu atau datang langsung? Keren ya Basoeki Abdullah menang saingannya 87 pelukis dalam kontes penobatan Ratu Juliana :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. halo mbak nurul, alhamdulillah baik. iya murah banget ya karena berada di bawah naungan Kementrian pendidikan dan kebudayaan. kalau mau ke sana tidak perlu konfirmasi mbak, tapi jangan hari senin karena tutup.

      Hapus

Posting Komentar

Terima kasih sudah berkunjung ke blog saya. Mohon tidak membagikan tautan disini. Silahkan meninggalkan komentar yang baik dan sopan.