- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Sudah lama saya penasaran ingin mencoba naik MRT atau Moda
Raya Terpadu. Keinginan itu timbul sejak pertama kali MRT Jakarta beroperasi.
Hasrat itu semakin menggebu ketika melihat foto-foto milik
teman yang asyik mencoba moda transportasi baru itu. Aduhai, fotonya
keren-keren sekali. Keretanya bagus, bersih, dan rapi. Stasiunnya pun keren.
Mirip stasiun MRT di luar negeri.
Akhirnya naik MRT juga (foto: koleksi pribadi) |
Sayang, karena bermukim di luar pulau Jawa, saya harus
bersabar untuk bisa menjajal Ratangga, demikian nama yang disematkan pada MRT.
Dan, akhirnya kesempatan itu datang. Saat mudik merayakan lebaran bersama
keluarga, saya pun bisa naik ratangga. Hore.
Megahnya Stasiun MRT Jakarta
Dalam perjalanan dari Bandara Soekarno Hatta menuju ke
rumah, saya terkagum-kagum melihat stasiun dan jalur MRT yang menjulang tinggi
di sekitar jalan Fatmawati. Masih terekam kuat bagaimana kemacetan yang terjadi
karena pembangunan MRT. Yup, waktu itu saya masih bekerja di Jakarta.
Kala itu, sekitar tahun 2015, PT Mass Rapid Transit Jakarta
tengah membangun jalur MRT fase 1 sepanjang 16 kilometer dari terminal Lebak
Bulus hingga Bundaran Hotel Indonesia. Ruas jalan Fatmawati yang macet
bertambah macet sebab ruas jalan menyempit.
Benar-benar tidak menyenangkan. Sebisa mungkin saya
menghindari jalan tersebut dan memilih mencari jalan lain. Kalau pun tetap
harus melalui jalan tersebut, saya siapkan saja bekal supaya tidak bosan dan
lapar.
Tidak salah dong kalau saya senang banget MRT sudah
beroperasi, biarpun sekarang sudah tidak bekerja di Jakarta. Saya yakin moda
angkutan ini sangat membantu mengurangi waktu tempuh dan kemacetan.
Namanya Ratangga
Baiklah, MRT sebagai moda transportasi baru sudah
diresmikan. Oleh Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, kuda besi ini diberi
nama Ratangga. Hm, apa sih arti kata ratangga itu?
Rupanya ratangga berasal dari bahasa sansekerta itu berarti
“roda” atau “kereta”. Kata tersebut didapat dari kitab Arjuna Wijaya dan
Sutasoma karta Mpu Tantular. Sebenarnya dalam kitab tersebut, ratangga berarti
kereta perang. Yup, inilah kereta perang karya anak bangsa untuk para pejuang
keluarga.
Ah, makin suka saya sama MRT eh ratangga.
Stasiun MRT
Rasa suka saya semakin berlipat ganda ketika mencoba ratangga.
Berbekal informasi dari google perihal jalur MRT, selanjutnya saya akan
menyebut ratangga dengan MRT, dan jalur kereta, akhirnya saya memutuskan naik
MRT dari stasiun Dukuh Atas.
Stasiun MRT Dukuh Atas merupakan salah satu dari 13 stasiun
yang ada. Dari stasiun ini saya berniat menumpang hingga stasiun Lebak Bulus,
yang merupakan depo atau ujung jalur MRT.
Untuk mencapai stasiun MRT Dukuh Atas, saya tinggal berjalan
kaki dari stasiun kereta api Sudirman. Setelah melewati bawah jembatan layang,
langsung berbelok ke kanan ke pintu masuk stasiun MRT. Tidak perlu kuatir
terlewat karena bangunannya dilengkapi tulisan cukup besar.
Stasiun MRT Dukuh Atas (foto: koleksi pribadi) |
Setelah melewati pemeriksaan, tinggal menuruni tangga menuju
ke bawah. Oh ya, perhatikan tanda yang tertera di tangga ya, tanda berwarna
biru untuk calon penumpang menuju stasiun, sedangkan tanda kuning untuk
penumpang yang keluar dari stasiun.
Bagian dalam stasiun sangat bersih dan rapi. Sebuah alat
pengecek keamanan lagi-lagi harus dilewati. Kali ini menuju bagian dalam stasiun
MRT. Kembali menuruni tangga lagi.
Di ujung tangga, terdapat papan berisi peta jalur MRT serta
petunjuk arah MRT. Jangan sampai salah membaca agar tidak salah naik MRT.
Stasiun Bawah tanah
Sambil menunggu MRT datang, saya memperhatikan peta jalur
MRT yang terpampang. Rupanya tidak semua stasiun berada di dalam tanah.
Beberapa berada di atas atau stasiun layang.
Stasiun MRT yang berada di dalam tanah dimulai dari Stasiun
Bundaran Hotel Indonesia dan berakhir di stasiun Senayan.
Bentuk stasiun bawah tanah berbeda dengan stasiun layang. Bagian
dalam stasiun ini seperti ditutupi kaca. Kaca berukuran tebal inilah yang
membatasi area penumpang dengan jalur MRT.
Saya berdiri di belakang pintu besar yang juga terbuat dari
kaca. Pada bagian lantai terdapat petunjuk untuk penumpang berdiri menunggu
serta penumpang keluar. Warna kuning untuk penumpang yang menunggu dan warna
hijau untuk penumpang yang keluar dari kereta.
Garis pembatas untuk penumpang menunggu MRT (foto: koleksi pribadi) |
Awas, jangan salah berdiri kalau tidak mau ditegur oleh
petugas keamanan.
Stasiun Layang
Saya masih terkagum-kagum dengan bangunan stasiun ketika pengeras
suara mengatakan MRT yang akan saya naiki akan segera tiba. Cepat-cepat saya
berdiri di garis kuning.
Tidak lama kemudian sebuah MRT berjalan pelan dan berhenti.
Pintu kaca terbuka, beberapa penumpang keluar dari MRT. Setelah itu baru saya
masuk ke dalam.
Meskipun suasana liburan, saya beruntung karena MRT tidak
terlalu ramai. Mungkin karena saya naik sekitar pukul 09.00 wib. Andaikan lebih
siang, pasti akan ramai sekali.
Tidak sampai dua menit, MRT berjalan kembali. Guncangannya
tidak terlalu kencang. Nyaman. Sepanjang perjalanan, suasana di dalam cukup
hening. Sepertinya semua penumpang sibuk sendiri-sendiri. Saya di Jakarta atau
dimana ya?
Stasiun Fatmawati (foto: koleksi pribadi) |
Begitu melewati stasiun Senayan, jalur terasa menanjak.
Benar saja, tidak lama kemudian cahaya terang menyeruak. Kini MRT berada di
jalur layang. Gedung-gedung tinggi menjadi pemandangan yang menarik.
Berbeda dengan stasiun yang berada di bawah tanah,
arsitektur stasiun layang tidak menyerupai kotak. Memang pembatas antara area
penumpang dan rel MRT masih terbuat dari kaca tebal, tetapi tingginya hanya
sekitar 100 cm saja.
Namun demikian, jangan coba-coba meletakkan atau memegang
bagian atas pembatas. Berbahaya, nanti bisa tersambar kereta dan mengganggu
sensor otomatis pembuka pintu.
Tiket MRT
Oh ya, seperti kereta api dan transjakarta, untuk bisa
menikmati layanan MRT, setiap penumpang diharuskan memiliki tiket. Ada dua cara
mendapatkan tiket, membeli langsung diloket atau melalui mesin tiket otomatis
serta menggunakan kartu e-money seperti Brizzi, Flazz, e-mandiri, tapcash, dan
Jakcard.
Kartu untuk naik MRT (foto: koleksi pribadi) |
Harga tiket
Mengenai harga, tarif yang ditetapkan disesuaikan dengan
jarak tempuh. Untuk jarak terdekat dari stasiun awal adalah Rp 3.000 dan
terjauh adalah Rp 14.000 untuk sekali jalan.
Karena saya naik dari Stasiun Dukuh Atas menuju Stasiun
Lebak Bulus, maka saya membayar Rp 13.000 untuk sekali jalan.
Cara membeli tiket
Bagaimana jika tidak mempunyai e-money? Tenang, tetap bisa
kok naik MRT. Seperti yang saya tuliskan sebelumnya, teman-teman bisa membeli
tiket di loket atau mesin tiket otomatis.
Namun perlu diingat, saat membeli tiket, teman-teman akan
dikenakan biaya deposit sebesar Rp 15.000. Deposit ini merupakan uang jaminan
yang dapat diambil kembali saat menggembalikan tiket. Deposit hanya dibayar
sekali ya.
Loket untuk membeli tiket MRT (foto: koleksi pribadi) |
Oh ya, tiket yang dibeli hanya untuk satu kali perjalanan.
Selanjutnya harus mengisi ulang di mesin yang tersedia di dekat loket. Kartu
ini dapat dipakai selama tujuh hari.
Membeli di loket tentu lebih mudah, tinggal menyebutkan
stasiun tujuan pada petugas dan membayar sesuai harga yang tertera. Tetapi,
tiket juga bisa diperoleh di mesin penjualan tiket otomatis.
Cara menggunakan mesin tiket otomatis tidak terlalu sulit.
Saya mencoba menggunakan mesin penjualan tiket otomatis untuk membeli tiket
kembali ke stasiun Dukuh Atas.
Mesin isi ulang tiket MRT (foto: koleksi pribadi) |
Tidak terlalu sulit kok. Cukup letakkan kartu di atas kotak
putih. Lalu pada layar sentuh isi ulang. Pilih stasiun tujuan. Masukkan uang ke
dalam mesin. Tunggu transaksi selesai dan uang kembalian. Tiket sudah bisa
digunakan kembali.
Cara menggunakan tiket
Setelah memegang tiket, kini saatnya masuk ke peron stasiun.
Untuk mencapai peron, setiap penumpang harus melewati mesin pemeriksaan tiket.
Perhatikan tanda panah yang berada di bagian depan, gunakan mesin yang bertanda
centang hijau.
Tab kartu sebelum masuk ke peron MRT (foto: koleksi pribadi) |
Letakkan kartu di bagian atas. Tekan selama beberapa menit.
Saya sempat kaget ketika pintu tidak terbuka padahal saldo di kartu masih
cukup. Jangan panik, sebaiknya meminta bantuan petugas.
Rupanya, pintu tidak mau terbuka karena saya kurang menekan
kartu di atas alat pemindai kartu. Aduh, deg-degan campur kaget.
Fasilitas
Namanya juga jalan-jalan mencoba MRT, tidak afdol kalau
tidak melihat apa saja fasilitas yang tersedia. Baiklah, mari memulai dari
bagian depan.
Pemeriksaan Keamanan
Begitu akan memasuki stasiun MRT, pemeriksaan keamanan sudah
dilakukan. Para calon penumpang harus melewati pintu pemeriksaan yang dijaga
seorang petugas keamanan.
Tangga
Ada dua jenis tangga yang terdapat di dalam stasiun. Tangga
statis dan tangga berjalan. Keduanya dilengkapi tanda berupa telapak sepatu
berwarna hijau dan kuning.
Tangga berjalan di stasiun MRT (foto: koleksi pribadi) |
Tanda biru untuk calon penumpang yang menuju ke dalam
stasiun, sementara tanda kuning untuk penumpang yang meninggalkan stasiun.
Perhatikan tanda saat naik atau turun ya (foto: koleksi pribadi) |
Tanda serupa juga berada di bagian bawah tangga berjalan.
Bedanya, tanda kuning untuk penumpang yang berdiri, maksudnya diam, sementara
tanda biru untuk penumpang yang akan menggunakan eskalator sambil berjalan,
alias terburu-buru.
Lift
Untuk para difabel dan orang tua, tidak perlu kuatir
kelelahan saat menuju stasiun MRT karena bisa menggunakan lift.
Namun demikian letak lift perlu diperhatikan karena tidak
berada di dekat tangga. Lift terletak di bagian tengah, antara gerbang utara
dan selatan, atau barat dan timur.
Toilet
Fasilitas ini berada di lantai satu, bersamaan dengan tempat
pembelian tiket dan pemeriksaan keamanan sebelum menuju peron.
Toilet terbagi untuk laki-laki dan perempuan. Keadaannya
sangat bersih dan terjaga.
Ayo berubah
Selama berada di dalam peron MRT, saya terpana dengan slogan
“ayo berubah” yang terpampang di sebuah papan. Ajakan ini mengingatkan agar
para pengguna MRT menjaga kebersihan, bersikap sopan, mengikuti aturan yang
ditetapkan.
Bersih itu menyenangkan (foto: koleksi pribadi) |
Menurut saya, slogan ini tepat sekali agar fasilitas umum
tetap terjaga karena kitalah yang berkewajiban untuk menjaga dan merawat
fasilitas umum agar tetap nyaman dan terawat. Yuk, sama-sama kita jaga dan
gunakan fasilitas umum dengan baik dan benar.
Komentar
wahh mantep ulasannya mbak, saya tahun lalu juga kerja dijkt, memang pembangunan ini bikin macet, terlebih lagi di jam2 sibuk, pengen deh nyobain MRT, saya pertama kali nyobain MRT itu di singapur dan merasa nyaman.
BalasHapussemoga suatu saat bisa nyobain MRT di jkt
Halo mas, ayo dong nyoba naik MRT. nggak kalah seru sama MRT Singapura.
HapusIh bagus yaa Mbak stasiunnya.. ulasan dari Mbak pengen cpt2 mau coba krn belum sempat nih.. seru jg kynya jalan2 pas weekend pake MRT.. :)
BalasHapusIya, termasuk budaya yang ditanamkan pada pengguna MRT adalah: tidak buang sampah sembarangan dan tidak sembarangan melakukan aktivitas di dalam stasiun yang dapat membuat kita meninggalkan sampah.
BalasHapussetuju banget sama mbak Dyah, jangan sampai fasilitas yang bagus dan bersih jadi nggak nyaman dilihat dan mengganggu karena banyak sampah.
HapusSya mnyusul naik MRTnya. Amiiin hehehe
BalasHapusGimana mas? sudah naik MRT?
Hapuswah aku kapan ya bisa coba ini
BalasHapusmudah-mudahan secepatnya mbak Tira bisa mencoba MRT.
HapusPengin juga hehe
BalasHapussilahkan mas. ayo naik mrt.
HapusSelama ini cuma mencoba MRT di negara tetangga, saat muncul yang di negeri sendiri kok rasanya yah harus coba gitu. Terakhir kali saat ke Jakarta kemaren belum ada MRT nih sehingga belum pernah coba. Kereta nya bagus ya kan, mbak. Uda bisa lah masyarakat untuk terbiasa naik MRT ya kan.
BalasHapusnah, sekarang saatnya mencoba naik mrt di negeri sendiri mbak. keretanya bagus dan bersih. adem juga. penumpangnya juga tertib jadi nyaman.
Hapuswahhh akhirnya naik MRT juga ya..saya jg baru bulan kmrn ini coba naik..
BalasHapusternyata seruu..padahal dari kantor tinggal jalan ke stasiun mrt deket
iya, nggak mau ketinggalan biar bisa cerita ke banyak orang kalau naik MRT itu enak dan menyenangkan.
HapusPenamaan Ratangga menjadi ciri khas Indonesia
BalasHapusbenar mbak Intan, khas dan unik.
HapusSeruuu ya udah ada MRT, pengen naek ih, semoga ada kesempatan sambang Jakarta :D
BalasHapusamin, amin, semoga bisa segera mencoba MRT.
HapusHalo mbak Utari :) AKu nih yang termasuk belum pernah jajal MRT hahaha. Waktu itu tuuuh pas masih gratisan aku udah print 4 tiket eeeeeh udah nyampe Lebak Bulus ternyata ada keperluan dadakan yg lebih penting akhirnya batal deh. oooh gitu ya bisa beli tiket juga depositnya 15K? Asik ah baca lagi biar makin paham. TFS.
BalasHapushalo mbak nurul, aduhai sayangnya. tapi memang kita cuma bisa berencana. mudah-mudahan nanti mbak bisa benar-benar mencoba dan menikmati MRT.
Hapus