Siapa yang tidak suka diajak jalan-jalan? Saya sih suka.
Malah suka banget. Makanya ketika diajak ke Kotabaru, tanpa berpikir langsung
saya iyakan. Sama sekali tidak terbayang nantinya akan diterpa badai di selat laut.
Waktu itu saya hanya fokus sama perjalanan darat yang akan
memakan waktu 6 jam. Jadi apa saja barang dan jajanan yang perlu dibawa untuk
menghibur hati selama duduk manis dikendaraan.
Begitulah emak-emak, ransum
selalu menduduki peringkat satu dalam daftar barang yang harus dibawa.
Esoknya, pagi-pagi buta kami sudah bersiap.
Masih dalam
keadaan setengah mengantuk, namun sudah mandi, saya memasukkan semua tas berisi
pakaian dan tas makanan ke dalam mobil. Tak lupa bantal dan jaket untuk
penghangat tubuh.
Ketika semua orang masih asyik dengan mimpinya, kami sudah
merayapi aspal dingin. Enak juga sih, jalanan masih sepi. Tidak ada truk yang
melintas. Jalanan seperti milik pribadi.
Pelan-pelan, rasa kantuk mulai menyapa. Maunya tidur lagi,
tapi gagal total karena tidak biasa tidur di mobil.
Lagi pula selalu ada yang
menarik perhatian saya. Seperti beberapa motor yang disulap sedemikian rupa
untuk mengangkut potongan besar kayu. Orang menyebutkan ojek kayu. Sayangnya
saya nggak sempat memotret.
 |
Matahari terbit yang indah |
|
Kantuk pun seutuhnya pergi ketika di ufuk, langit mulai
berwarna. Semburatnya sungguh indah. Ah, ini dia momen yang saya nanti-nanti.
Matahari pun muncul. Menandakan kehidupan akan dimulai.
Satu per satu lampu di teras rumah penduduk mulai
dipadamkan. Beberapa motor mulai mewarnai jalan raya bersama truk besar. Ruas
jalan yang tidak seberapa lebar, seketika terlihat mengecil.
Untungnya permukaan jalan terbilang mulus. Tapi kondisinya
langsung berubah ketika memasuki Sebamban. Sebenarnya daerah transmigran ini
cukup maju, terlihat dari banyak rumah berukuran cukup besar di tepi jalan.
Tapi, entah mengapa jalan utamanya kerap rusak. Padahal 6
bulan lalu masih mulus tanpa jebakan. Sepertinya hujan yang turun membawa serta
debu dan aspal. Oke, mari menikmati ayunan hingga memasuki Kintap.
Sawah, Laut, dan Pegununungan
Pelan-pelan pemandangan yang semula hanya rumah dan
pepohonan, mulai berganti dengan deretan sawah hijau. Sejauh mata memandang
hanya terlihat hamparan padi setinggi pinggang. Rasanya seperti di jalur
pantura saja.
Seperti sebuah potongan film, tiba-tiba pemdangan berubah. Laut
terlihat di depan mata. Deburan ombaknya tidak terlalu besar. Pantai landai
sepertinya nyaman untuk disinggahi. Pantai berpasir cokelat itu sepi.
Lagi berkhayal bermain di pasir, tahu-tahu pemandangan sudah
berganti lagi. Kali ini berupa deretan pegunungan meratus. Hutan lebatnya mulai
terlihat dari kejauhan.
 |
Pegununan meratus |
Saya jadi tidak sabar untuk melihatnya lebih dekat. Seperti
anak kecil saja, setiap melewati sebuah kelokan jalan, saya menebak apakah
pegununan itu akan semakin terlihat. Hore, akhirnya kelihatan juga. wah, bagus
banget pegununangannya.
Badai di Selat Laut
Akhirnya kami memasuki Kabupaten Kotabaru. Mobil lalu
meninggalkan kota menuju pelabuhan penyeberangan Tarjun. Sontak pemandangan yang
terlihat hanyalah deretan pohon sawit dan ban berjalan milik Indocement.
 |
Ban berjalan milik Indocement yang berada di tepi jalan |
Beruntung jalannya bagus jadi tidak sampai 30 menit kami
sudah tiba di pelabuhan penyeberangan Tarjun menuju pelabuhan Stagen di
Kotabaru. Semua saya kira pelabuhannya besar seperti Bakaheuni, ternyata
berbeda sekali.
 |
Pelabuhan Fery Tarjun |
|
Pelabuhannya tidak terlalu besar. Berada tepat disamping
pelabuhan milik sebuah perusahaan pengolahan sawit.
Untuk yang pertama kali ke sini, seperti saya, pasti bingung
karena tidak ada gapura atau tulisan pelabuhan Tarjun. Bangunan untuk penjualan
tiket adalah tanda kalau kita sudah tiba di pelabuhan.
 |
Loket penjualan tiket kapal fery di pelabuhan |
Sebenarnya ada sebuah bangunan besar dekat loket. Namun sepertinya
sudah tidak dipakai lagi. Para calon penumpang ferry lebih suka menunggu di
dalam mobil atau duduk di pos dekat dermaga.
Ada dua kapal ferry yang bertugas mengantar jemput penumpang
secara bergantian. Kedua kapal ini akan berangkat bersamaan dari masing-masing
pelabuhan. Nanti kita ketemu di tengah selat ya.
Ketika itu langit sangat cerah. Udara juga cukup panas.
Memang dikejauhan terlihat awan hitam. Saya mengira awan itu tidak mungkin
menyapa kami. Tetapi saya salah.15 menit setelah meninggalkan pelabuhan Tarjun, tiba-tiba
hujan turun. Makin lama makin deras. Angin semakin kencang.
 |
Ruang VIP yang juga difungsikan sebagai mushola |
|
|
|
|
 |
Bagian dalam mushola di ruang VIP |
|
Bagian sisi kapal mulai basah. Cepat-cepat saya masuk ke
dalam ruang VIP. Di dalam sudah ada sepasang suami istri yang sesekali berjalan
dari satu pintu ke pintu lainnya.
Wajah sang istri terlihat cemas. Saya sendiri berusaha
tenang. Tapi sebenarnya mata saya terus mengawasi keadaan.
Mencoba mengingat
dimana saja letak pelampung dan sekoci penyelamat. Pokoknya bersiap untuk
segala kemungkinan deh.
Untuk mengusir kecemasan, saya mencoba memulai perbincangan.
Terkuaklah mengapa sang Ibu begitu cemas. Rupanya ia pernah mengalami kejadian
tak menggenakkan. Kapal ferry yang ditumpanginya terjebak badai, seperti saat
ini.
 |
Badai membuat jarak pandang di selat laut terbatas |
Kerasnya angin membuat kapal ferry terseret mundur. Meski mesin
tetap menyala, kapal tak bisa bergerak maju.
Kapal bahkan hampir menabrak
sebuah tongkang. Beruntung musibah tidak terjadi. Kapal akhirnya bisa maju dan
berlabuh dengan selamat.
 |
Kapal ferry lain menuju pelabuhan Tarjun |
Meski tidak ada kapal tongkang di belakang, namun bukan
berarti kapal ferry yang saya naiki aman-aman saja. Kerasnya angin dan lebatnya
hujan seperti membuat kapal sedikit berputar. Saya hanya bisa pasrah dan
berdoa.
Kecemasan baru sirna waktu melihat sebuah kapal mendekat. Pelan-pelan
pelabuhan mulai terlihat. Alhamdulillah, badai sudah berlalu.
 |
Ketika badai mereda |
Satu per satu penumpang langsung turun menuju kendaraannya
masing-masing. Rasanya tak sabar untuk segera menginjak daratan lagi. Penyeberangan
yang seharusnya memakan waktu 30 menit ternyata berlangsung selama 1 jam.
 |
Pelabuhan stagen di Kotabaru |
Benar-benar perjalanan yang mendebarkan, bersyukur sekali
tidak terjadi hal-hal yang tidak diharapkan. Dari perjalanan itu saya memetik
beberapa pelajaran, khususnya ketika menghadapi badai di selat.
1.
Duduklah di bagian penumpang yang terletak di
atas, jangan di dalam kendaraan. Berada di lantai khusus penumpang memudahkan
memantau keadaan kapal dan kondisi laut.
2.
Amatilah dimana saja letak pelampung kapal. Warnanya
yang oranye terlihat jelas. Pelampung biasanya terikat di sisi kanan dan kiri
kapal.
3.
Amati dimana letak sekoci. Biasanya berada di
bagian kanan dan kiri kapal. Pada kapal yang saya tumpangi, sekoci juga berada
di bagian depan.
4.
Perhatikan tanda peringatan yang tertulis di
kapal. Tulisan ini cukup jelas terbaca. Patuhi dan ingat baik-baik dimana letak
titik kumpul penumpang.
5.
Ikuti arahan awak kapal jika terjadi musibah.
6.
Bersikap tenang dan tidak panik.
Demikian pengalaman saya, semoga bisa membantu teman-teman yang baru pertama kali menyeberangi lautan.
Baca juga :
12 cara menyiasati bagasi agar tak kelebihan muatan
Perpustakaan nasional kami datang
Di manapun memnag kita harus sigap mencari tau emergency way ya mbak, untuk antisipasi. Safety first :)
BalasHapusbenar mbak, kalau perlu tanya sama kru dimana letak sekoci dan lain-lain. demi keamanan.
HapusIbuku orang kotabaru, mbak. Sejak kecil aku mudiknya selalu di rute itu sampai sekarang. Tapi belum pernah sama sekali mengalami badai. Jadi saya surprise juga ada kejadian seprtti ini padahal rute dekat ya. Andai saya jadi mbak mungkin sudah nangis. Hahaha
BalasHapusmudah-mudahan nggak ngalamin mbak. asli deg-degan lho mbak. mana ini pengalaman pertama ke kotabaru. tapi saya nggak kapok, tetep suka jalan-jalan ke kotabaru.
HapusPas banget Ada rencana mau ke kota baru mba, ngebayangin badai nya ngeri ngeri sedap Tapi setidaknya jadi tahu apa yg harus dilakukan kalau terjadi badai.
BalasHapusmaaf lho mbak sri kalau tulisan ini bikin mbak gimana gitu. badai kemarin mungkin karena perubahan musim juga, mudah-mudahan nanti pas mbak ke sana aman terkendali,
HapusMau bepergian pakai transportasi apapun emang gak bisa terhindar dari hal-hal cemas begini ya mbak. Kalau misal pakai pesawat saat ada turbulensi itu rada takut juga, nah ini juga kalau pakai kapal. Saat lagi ada badai tentunya juga ada perasaan cemas. Untungnya ya sudah sampai dengan selamat, Alhamdulillah.
BalasHapusalhamdulillah mbak fatimah, memang dimana pun dan kapan pun selalu ada risiko, tapi sebisa mungkin tetap fokus dan tenang.
HapusGak kebayang, apalagi aku paling parno liat laut sama sungai mba, entah kenapa berasa mau pingsan liat lautan sama sungai. Karena sering mimpi berada di tengah laut juga 😱 untung mba utari bisa tenang yaa. Emang segala sesuatu itu harus tenang jgn terlalu panik, biar bisa berfikir untuk menyelamatkan diri disaat darurat
BalasHapusWah saya juga punya teman yang takut ketinggian. kalau ke mall kita bingung mau ke atas sebab nggak bisa naik lift dan eskalator. akhirnya biar aman cari tangga biasa. nggak apa-apa olahraga sedikit biar aman dan nyaman.
Hapuswaduh ngeri juga ya, mbak kalau kena badai pas di laut itu. padahal nggak terlalu jauh ya jaraknya.
BalasHapuswah deg-degan banget. biar pun sudah deket tetap saja kuatir,
HapusWah, horor sekali mbak pengalamannya. Kalau uln sdh was2 itu di dalam hati dan panik. Terima kasih infonya mbak, sgt bermnfaat ini.
BalasHapussaya juga was-was mbak rindang, apalagi nggak bisa lihat apa-apa. asli lho saya nyari kapal yang lewat, paling nggak ada temennya.
HapusKakakku pernah terjebak badai saat di perjalanan menuju Samber Gelap. Katanya memang menakutkan, berita badainya pun sampai masuk koran. Alhamdulillah tidak terjadi apa-apa. Memang harus selalu waspada ya Mba di perjalanan.
BalasHapussamber gelap katanya bagus ya mbak zuleha, sebenarnya pingin banget ke sana, tapi masih berpikir karena harus naik kapal nelayan.
Hapus