Setiap liburan tiba,
museum jadi tempat wajib untuk dikunjungi. Tidak tahu kenapa, saya senang
bermain di museum. Rasanya puas sekali bisa melihat berbagai koleksi yang
tersimpan. Virus ini sengaja saya tularkan pada anak-anak. Sejak kecil mereka
sudah saya perkenalkan dengan museum.
 |
"Ku yakin sampai di sini" karya perupa Nyoman Nuarta di Museum Nasional |
Untuk liburan kali ini,
saya dan anak-anak (kembali) berkunjung ke Museum Nasional atau yang lebih
akrab disapa museum gajah. Letaknya di jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta
Pusat. Entah sudah berapa kali kami kemari. Pertama kali datang bersama
anak-anak ketika gedung tempat pameran koleksi masih satu. Pada kunjungan
berikut, gedung baru mulai dibangun. Begitu juga selasar penghubung gedung lama
dan gedung baru. Pernah juga datang ketika sebagian gedung baru sudah mulai
difungsikan. Nah, kedatangan kali ini gedung baru sudah sepenuhnya difungsikan.
 |
pintu masuk museum nasional |
 |
jendela besar khas bangunan kuno |
Berfungsinya gedung
baru ternyata menggeser tempat penjualan tiket ke depan gedung baru. Jadilah
kami berjalan menuju gedung baru dan membeli tiket di sana. Tiketnya sangat
terjangkau, untuk dewasa Rp5.000 dan anak-anak Rp2.000. Tiket tidak akan
diambil oleh petugas. Cukup diperlihatkan saja. Ketika saya balik, rupanya
dibagian belakang tiket tertera denah ruangan dan jadwal operasional museum. Akhirnya
tiket saya simpan.
 |
tiket masuk museum nasional |
Sebelum menjelajah,
saya terlebih dahulu menitipkan tas di bagian penitipan dekat tangga. Oh ya
pengunjung dilarang membawa makanan dan minuman ke dalam ruang pamer ya. Tujuannya
agar ruangan dan koleksi tetap bersih. Mengikuti denah yang tercetak di tiket,
saya menuju lantai 1, tepat diseberang tempat penitipan tas. Di sini tersimpan
berbagai koleksi tentang manusia dan lingkungan.
Terdapat beberapa fosil
manusia purba yang diperoleh dari penggalian di Sangiran. Lalu ada pula fosil
gading gajah berukuran besar. Seluruh koleksi tersimpan dalam kotak kaca
dilengkapi dengan keterangan tertulis. Semakin ke ujung, saya mendapati diorama
kehidupan manusia pra sejarah. Mereka belum menggunakan pakaian dan masih
memakai kayu untuk memotong. Di seberangnya terdapat ruangan yang dibuat
seperti gua. Agak gelap sih, tapi penasaran ada apa di sana. Rupanya di bagian
bawah terdapat dua kerangka manusia. Bentuk display sengaja dibuat seperti
tempat ditemukannya kerangka sehingga pengunjung bisa mengetahui seperti apa
bentuk kuburnya.
 |
fosil di lantai 1 museum nasional |
 |
informasi tertulis di lantai 1 |
Setelah melihat sebuah
kerangka lain yang telah menjadi fosil, kami melanjutkan petualangan ke lantai
kedua. Ruang ini disebut ruang ilmu pengetahuan, teknologi, dan ekonomi.
Pengetahuan yang disajikan tergambar melalui berbagai prasasti. Ada yang
berukuran besar, ada juga yang kecil. Prasasti-prasasti ini bertuliskan aksara
kuno. Saya kagum sebab tulisan itu dibuat sangat rapi dan halus.
 |
prasasti cantik dari bahan perunggu |
Di tempat ini pula saya
menyadari kalau prasasti tidak melulu terbuat dari batu. Ada juga prasasti yang
dipahat di atas plat kuningan atau plat berbahan logam lainnya. Lagi-lagi
tulisannya sangat rapi. Namun yang menarik perhatian saya adalah keberadaan
sebuah patung yang ternyata adalah prasasti. Terbuat dari bahan logam. Memiliki
pahatan yang halus dan bentuknya indah sekali. Wah, betapa majunya nenek moyang
kita. Mereka sudah bisa mengolah logam dengan baik.
 |
prasasti dari batu |
Pelan-pelan saya
menyusuri ruangan sambil melihat koleksi yang dipamerkan. Ruangan ini lebih
besar dibanding ruangan di lantai 1. Semakin jauh saya berjalan, semakin kagum
saya akan perkembangan yang ditampilkan. Langkah saya kemudian terhenti pada
sebuah timbangan besar yang terbuat dari kayu. Badan timbangan itu dipenuhi
ukiran dan dicat warna merah. Saya penasaran, dulu timbangan ini dipakai untuk
menimbang apa ya?
Di ruangan ini pula
saya tahu kalau dulu kain pernah digunakan sebagai mata uang. Disebut dengan
uang kampua yang terbuat dari kain katun dengan warna tertentu. Mata uang ini
dipakai dan beredar di Kerajaan Wolio, Sulawesi Tenggara pada abad ke – 19
Masehi. Untuk menghindari pemalsuan, setiap tahun motif dan warna kampua
dirubah. Peredaran kampua sangat kuat dan dianggap membahayakan oleh Pemerintah
Belanda. Untuk mengurangi peredarannya, Pemerintah Belanda berinisiatif
menukarnya dengan uang Belanda. Semakin lama saya berjalan dan mendapati sebuah
sepeda kuno. Dan ternyata ini akhir dari koleksi di lantai 2.
 |
timbangan dari kayu di lantai 2 |
Dengan menggunakan
tangga berjalan, kami menuju lantai 3 untuk melihat koleksi yang berkaitan
dengan organisasi sosial dan pola pemukiman. Ruangannya sama besar dengan
ruangan di lantai 2. Beberapa rumah adat dipajang di bagian depan. Ada juga
nekara dari bahan perunggu berukuran besar. Saya langsung mengenalinya karena
pernah melihatnya. Bentuknya khas sekali.
Beragam peralatan makan
juga tersimpan rapi. Ada juga ukiran-ukiran yang dipakai untuk memperindah
bagian dalam rumah. Ukiran ini terbuat dari kayu dan dipahat dengan sangat
halus. Cantik sekali. Ternyata lelah juga ya berkeliling di tiga lantai. Padahal
masih ada ruangan lain yang belum didatangi. Akhirnya duduk manis dulu dibangku
kayu yang terdapat di depan. Setengah jam berlalu, saatnya menuju lantai 4.
Ruangan ini istimewa karena menyimpan berbagai koleksi yang terbuat dari emas.
Karena istimewa, maka
untuk menuju ke sana harus menggunakan lift. Begitu pintu lift terbuka, saya
langsung melihat deretan keramik terpajang rapi. Oh, rupanya inilah ruang
keramik. Sebuah pengumuman terpampang jelas, tidak boleh memotret di dalam
ruangan. Nah, penyuka selfi, bisa foto-foto dulu di luar ya. Setelah itu simpan
telepon gengamnya.
 |
kursi sultan dari kerajaan banjar di museum nasional |
Berbagai keramik dari
dinasti yang berbeda dipajang di kiri dan kanan dinding ruang keramik. Ada yang
berbentuk mangkuk, guci, dan piring. Keramik-keramik ini ditemukan diberbagai
tempat, ada yang diperoleh di darat tetapi ada juga yang di laut. Yup,
keramik-keramik cantik itu tetap terjaga bentuk dan keindahannya. Bahkan
menurut saya, bentuknya semakin unik dengan tambahan kerang-kerang dan tumbuhan
laut yang menempel dibadannya.
Oh ya, ada koleksi
keramik yang membuat saya teringat pada masa kecil dulu. Keramik itu berbentuk
burung kecil. Mirip dengan burung-burungan yang terbuat dari tanah liat.
Burung-burungan itu akan berbunyi ketika ditiup. Mirip peluit tapi bentuknya
binatang.
Tidak terasa ternyata
saya sudah melihat semua koleksi keramik. Saatnya berpindah ke ruang khasanah
emas yang ada di sebelah. Begitu masuk, suasananya langsung terasa berbeda.
Penjagaan lebih ketat. Seorang pemandu tampak asyik menerangkan koleksi yang
ada. Sesekali saya ikut mendengarkan pemaparan sang pemandu. Rupanya yang
menjadi primadona di sini adalah wadah berbentuk oval yang terbuat dari emas.
Wadah ini dipenuhi ukiran rama dan shinta. Ukirannya sangat detail dan halus.
Koleksi ini ditemukan oleh seorang petani dan diserahkan kepada pemerintah
lengkap dengan isi di dalam wadah tersebut.
Di ruangan ini saya
juga melihat sebuah tameng yang berasal dari Kalimantan Selatan. Tameng ini
dahulu merupakan benda kebesaran Kesultanan Banjar. Tameng ini diambil Belanda
ketika rakyat tengah berjuang melawan penjajah pada perang Banjar tahun 1859.
Selain tameng, kursi kebesaran milik Kesultanan Banjar pun tersimpan dengan
baik. Keduanya terbuat dari emas.
Pada bagian senjata
tradisional, saya mendapati Siwaih yang terbuat dari baja, emas, kayu, dan batu
permata. Dahulu siwaih ini dipakai sebagai alat perjuangan melawan penjajah
Belanda. Siwaih pernah digunakan oleh Teuku Umar. Masih banyak senjata tradisional lain yang tak
kalah indahnya dengan siwaih. Seperti keris, tombak, dan lainnya. Semua dibuat
dengan menggunakan bahan terbaik serta dihiasi oleh batu-batu permata. Beragam
peralatan untuk membela diri ini tidak kalah menariknya dengan perhiasan yang
digunakan oleh para bangsawan.
Perjalanan di gedung
baru pun berakhir, saatnya menapaki kembali gedung lama. Melewati sebuah
selasar yang sepertinya kerap digunakan untuk berbagai acara, saya tiba di
gedung lama. Pintu-pintu besar berwarna abu-abu seakan menyambut. Kesan kuno
langsung tertangkap saat kaki menginjak lantai yang terbuat dari batu berwarna
hitam. Di ruang ini terpampang berbagai suku bangsa yang ada di Indonesia.
Inilah Indonesia, berbeda-beda tetapi tetap satu.
 |
pintu besar menuju taman arca |
Melewati sebuah pintu,
tibalah saya di ruang arca. Berbagai arca berukuran besar dari berbagai masa
ditampilkan dengan apik. Beberapa sudah dilengkapi informasi. Ada juga yang
belum namun hal ini tidak terlalu menggangu. Pengunjung tetap dapat
memerhatikan keindahannya. Sebuah arca besar kembali menarik saya ke masa lalu.
Kala itu arca berukuran besar itu berada di teras bagian dalam menghadap ke
taman. Bagian kaki sang arca terlihat tergerus karena sentuhan para pengunjung.
Kini ia tidak lagi berada di teras, namun ia tetap menghadap ke taman, seperti
memimpin arca lain yang berukuran kecil.
 |
arca besar di museum nasional |
Di sini pula saya
melihat sosok Bima dalam bentuk arca. Terbuat dari batu dan ditemukan di Jawa
Timur. Diperkirakan arca ini berasal dari abad ke-15 sebelum Masehi. Bima
merupakan salah seorang putera Raja Pandu dari kerajaan Hastinapura. Ia
merupakan bagian dari Pandawa Lima. Dalam kisah Mahabharata, Bima digambarkan
sebagai tokoh ksatria yang kuat, teguh pendirian, bersifat kasar dan selalu
menakutkan bagi musuhnya. Sifat ini bertolak belakang dengan kesehariannya yang
berhati lembut. Bima dianggap penengah bagi manusia dan dewa Siwa, lambang
keberhasilan, dan menjadi tokoh panutan dari para resi pada masa Majapahit
menjelang keruntuhannya.
Taman arca itu kini
terlihat padat. Berbagai macam arca tertata rapi di atas permadani hijau.
Sebuah arca kerbau dan gajah menjadi ikon yang mengingatkan pengunjung pada taman
ini. Sementara di sepanjang teras, tertata rapi berbagai arca berukuran sedang.
Arca-arca ini ada yang dalam keadaan utuh, tetapi ada pula yang rusak karena
salah satu bagian tubuhnya hilang. Namun meski demikian, keindahan tetap
tersirat dan memancar dengan kuat. Mengingatkan kita akan kemajuan teknologi
pada masa itu. Ah, sungguh menyenangkan bisa kembali berkunjung ke museum.
Selalu ada yang bisa dikagumi dan dipelajari.
 |
taman arca yang asri |
Sejarah Museum
Eksistensi Museum
Nasional diawali dengan berdirinya Bataviaasch Genootschap van Kusten en
Wetenschappen (BG) yang didirikan oleh sekelompok cendekiawan pada tanggal 24
April 1778. BG merupakan lembaga independen yang didirikan untuk tujuan memajukan
penelitian dalam bidang seni dan ilmu pengetahuan, khususnya dalam bidang ilmu
biologi, fisika, arkeologi, kesusastraan, etnologi dan sejarah, serta
menerbitkan hasil penelitian. Lembaga ini mempunyai semboyan “Ten Nutte van het
Algemeen” (untuk kepentingan masyarakat umum).
Salah satu pendiri
lembaga ini, J.C.M Radermacher, menyumbangkan rumah miliknya di Jalan Kalibesar
serta sejumlah koleksi benda budaya dan buku yang amat berguna, sumbangan
inilah yang menjadi cikal bakal berdirinya museum dan perpustakaan.
Selama masa
pemerintahan Inggris di Jawa (1811-1816), Letnan Gubernur Sir Thomas Stamford
Raffles menjadi direktur perkumpulan ini. Ia memerintah untuk membangun gedung
baru, menggantikan rumah di Kalibesar, untuk digunakan sebagai museum dan ruang
pertemuan untuk LiterarySociety. Bangunan ini berlokasi di Jalan Majapahit
nomor 3. Sekarang tempat ini berdiri di komplek gedung Sekertariat Negara, di
dekat Istana Kepresidenan.
Jumlah koleksi terus
bertambah, hingga akhirnya Pemerintah Hindia-Belanda memutuskan untuk membangun
sebuah gedung museum di lokasi sekarang. Pembangunan dimulai tahun 1862 dan
dibuka untuk umum pada tahun 1868.
 |
patung gajah, ikon museum nasional |
Museum Nasional
memiliki nama lain museum gajah atau gedung gajah. Penamaan ini disebabkan oleh
keberadaan sebuah patung gajah di halaman depan museum. Patung perunggu
tersebut merupakan hadiah dari Raja Chulalongkom (Rama V) dari Thailand yang
pernah berkunjung ke museum pada tahun 1871.
Pada tahun 1923
perkumpulan ini memperoleh gelar “koninklijk” karena jasanya dalam bidang
ilmiah dan proyek pemerintah sehingga lengkapnya menjadi Koninklijk Bataviaasch
Genootschap van Kunsten en Wetenschappen. Pada tanggal 26 Januari 1950, lembaga
ini berubah namanya menjadi Lembaga Kebudayaan Indonesia.
Mengingat pentingnya
museum bagi bangsa Indonesia, maka pada tanggal 17 September 1962 lembaga
Kebudayaan Indonesia menyerahkan penggelolaan museum kepada pemerintah
Indonesia, yang kemudian menjadi museum pusat. Akhirnya berdasarkan Surat
Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, No.092/O/1979 tertanggal 28 Mei
1979, Museum Pusat ditingkatkan statusnya menjadi Museum Nasional.
Transportasi
Letak Museum Nasional
sangat strategis. Untuk menuju ke sana, pengunjung bisa menumpang bus
Transjakarta dari Kota atau Blok M. Turunlah di halte Monas lalu menyeberang ke
Museum Nasional.
Jika menggunakan kereta
api, bisa menggunakan commuter line tujuan tanah abang. Turun di stasiun tanah
abang lalu disambung dengan mikrolet M 08 tujuan kota. Turun di halte museum
nasional. Untuk commuter line tujuan kota, turun di stasiun kota atau beos lalu
melanjutkan perjalanan dengan bus transjakarta. Turun di halte Monas.
Harga Tiket
|
Perorangan
|
Rombongan
(min. 20 orang)
|
|
Dewasa
Anak-anak
Wisman
|
Rp. 5,000.-
Rp
2.000,-
Rp. 10,000,-
|
Rp. 3.000,-
Rp. 1.000,-
Rp. 10,000,-
|
|
Jam operasional
Hari
|
Buka
|
Tutup
|
Senin
|
—
|
-
|
Selasa-Kamis
|
08.30
|
16.00
|
Jumat
|
08.30
|
16.00
|
Sabtu
|
08.30
|
17.00
|
Minggu
|
08.30
|
17.00
|
terakhir ke museum malah pas SMA itupun karena study tour gitu.
BalasHapusdulu juga ke museum karena study tour mbak, tapi jadinya keterusan sampai sekarang. asyik juga main di museum.
HapusWow, ternyata kalo ditelusuri lebih dalam lagi, isinya banyak sekali. Soalnya seingat saya, dulu waktu kesana tuh saat masih SMP, berapa puluh tahun yang lalu, hahaha... Dulu kesana ya cuma sekilas doang, gak secara detail. Waktu dulu juga beda banget sama sekarang
BalasHapusayo main lagi ke museum mas, sekarang sudah bagus. tempatnya adem juga. penataan koleksinya lebih rapih. enak deh.
HapusDuh, udah sempat lewatin beberapa kali tapi blm sempat masuk sampai ke dalam. hiks
BalasHapuscoba sempatkan mampir bang Dzul. keren lho koleksinya. cakep-cakep.
HapusWahhh udah lama banget gak jalan jalan ke museum, liat cerita ini jadi kangen museum yang dulu terakhir it di jakarta... Kapan kapan deh mampir kesana hhe :D
BalasHapusSekarang museumnya sudah keren. Adem juga. Enak buat dikelilingi
HapusSeru banget nih main-main ke museum. Wisata edukasi. Kalau main ke museum ini bikin kita kebawa suasana saat itu ya. Seru!
BalasHapusiya mbak irra, seru banget main ke sini.
Hapuswah dari kecil aku sudah dibiasakan ke museum
BalasHapuswow, keren mbak. asyik ya ke museum.
HapusTaman di museumnya cantik banget sih ini. Nyesel deh ga kesini waktu itu. :(
BalasHapusAku senang ke museum kalo rame-rame dan bareng teman. Kalau sendirian, ya gitu deh. Hehe
Yup jangan lupa poto-poto di taman. Pastinya bakal keren. Saya juga belum pernah sih keliling museum sendiri. Tapi kalau museum ini beranilah.
HapusYup jangan lupa poto-poto di taman. Pastinya bakal keren. Saya juga belum pernah sih keliling museum sendiri. Tapi kalau museum ini beranilah.
HapusYup jangan lupa poto-poto di taman. Pastinya bakal keren. Saya juga belum pernah sih keliling museum sendiri. Tapi kalau museum ini beranilah.
HapusAku baru tau kalo di depan monas ada museum, wkwkwk kemana aja gw. Eh mbak, itu yang kursi emas kerajaan banjar, maksudnya banjarmasin ya?
BalasHapusIya mbak punya kerajaan banjar, aslinya di sana.
HapusWah ternyata luas sekali ya, dan seru lagi.
BalasHapusIya capek dan pegel juga keliling. Untung ada bangku buat duduk2. Lumayan tarik napas sebentar
HapusMenarik sekali ternyata liburan dimuseum, udah harga terjangkau menambah wawasan pula.
BalasHapusIni judulnya liburan murah meriah mbak. Asyik juga sih.
HapusWah menarik sekali ternyata
BalasHapusJadi pingin main ke sana
Mudah-mudahan bisa main ke sini mbak
HapusJadi kangen jalan-jalan ke museum. Tapi museum yg di luar kalsel hehe
BalasHapusMudah-mudahan nanti bisa main ke museum diluar kalsel ya mbak
HapusNanti kalau Nuy sudah besar sepertinya museum seperti ini oke banget jadi objek Jalan-jalan. Sekalian belajar sejarah. Tiketnya juga murah ya. ^^
BalasHapusYup. Kenalin budaya sejak dini pada anak
Hapuspadahal liburan di museum itu murah dan menambah pengetahuan, tapi kenapa setiap ke museum bawaannya ngantuk huhu
BalasHapusBerarti minum.kopi dulu mbak sebelum keliling museum hehehehe
HapusLiburan yang sangat mengedukasi, senang melihat anak-anak tertarik ke museum di era gadget saat ini
BalasHapusIya mbak. Mungkin karena anak-anak masih pada nempel ke ibunya jadi masih mau diajak ke museum
BalasHapus