Jam sembilan pagi Mia sudah berdiri di depan rumah nenek. “Selamat pagi nek,” serunya sambil mengetuk pintu.
Pintu rumah itu terbuka, “Ah, ini pasti Mia. Mari masuk. Nenek sudah menunggu didalam,” ujar seorang kakek mempersilahkan Mia masuk. “Mari kita ke dapur,” ajaknya lagi setelah menutup pintu. Mereka pun menuju dapur yang berada di bagian belakang rumah.
Di sana nenek sudah menyiapkan bahan-bahan dan peralatan untuk membuat biji salak. Bahan-bahan itu ditata rapih dalam mangkuk berukuran sedang. Sementara di atas kompor, sebuah panci berisi air ditaruh dan dibiarkan hingga airnya mendidih.
“Ah, mari sini,” ajak nenek sambil menimbang sagu.
“Wah, nenek hebat. Bahan-bahannya sudah disiapkan semua. Mia terlambat ya, jadi tidak bisa membantu nenek.”
Nenek tersenyum,”tidak sayang, masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan.”
“Nah, sebelum mulai memasak, sebaiknya kamu memotret semua bahannya setelah itu cuci tanganmua ya,” pinta nenek.
Mia langsung mengeluarkan kamera dan memotret semua bahan yang sudah ditata rapih. kemudian mencuci tangannya hingga bersih.
“Sekarang kita siap memasak. Pertama mari mengukus ubi sampai matang. Tolong dimasukan ubinya ya kek,” pinta nenek seraya menyerahkan lima buah ubi pada kakek.
“Nek, lama ya mengukus ubinya,?” tanya Mia tak sabar.
“Tidak, hanya sepuluh menit. Sambil menunggu kamu bisa menimbang sagu dan gula pasirnya,”jawab nenek sambil menyerahkan timbangan.
Dengan dibantu nenek, Mia menimbang 100 gram sagu dan 200 gram gula pasir. Keduanya ditaruh di dua mangkuk berbeda. Tidak lama kemudian ubi pun matang. Nenek mengeluarkannya satu persatu dengan penjepit kemudian membuang kulitnya. “Sekarang mari kita haluskan,” ajak nenek.
Supaya gampang, nenek memberikan alu yang terbuat dari kayu. Bentuknya panjang dengan bagian bawah berbentuk bulat. “Kamu tumbuk ya, seperti ini,”terang nenek mencontohkan cara menghaluskan dengan cara menumbuknya.
“Lho, kan ubinya masih panas nek?”
“Kalau sudah dingin, ubinya agak lama halusnya,”
Benar saja, tidak lama kemudian ubi sudah halus. Nenek lalu memindahkannya ke mangkuk besar dan mencampurkan dengan sagu, garam, dan air. Campuran ini diaduk sampai rata. Sesekali nenek meremas dan menekan adonan.
“Nah, selesai. Sekarang saatnya membuat bola-bola. Kamu pasti suka,” ucap nenek dengan senang. Nenek lalu mencontohkan cara membuat bola-bola.
“Gampang nek, aku pasti bisa,” seru Mia sambil membuat bola-bola dan menyusunnya di mangkuk.
Ketika nenek dan Mia asyik membuat bola-bola, kakek sudah memanaskan air bercampur gula pasir di dalam panci. Ketika air sudah mendidih, kakek memasukkan bola-bola itu ke dalam air.
“Nek, bola-bolanya mengapung,” kata Mia senang.
“Berarti biji salaknya sudah matang. Nenek tambahkan sagu sedikit supaya kuahnya kental,” terang nenek sambil menuang cairan sagu sambil mengaduk kuah biji salak. Pelan-pelan kuah biji salak mengental.
Nenek lantas mengambil sendok dan mencicipi kuahnya. “Hmm, rasanya manis. Biji salaknya matang,”kata nenek memberi pengumuman.
“Hore….terima kasih nek,” Mia berteriak kegirangan.
“Sekarang saatnya makan biji salak sama-sama,” ajak kakek senang.
Nenek tertawa mendengar perkataan kakek. Biji salak itu pun dituang ke dalam mangkuk. Siap untuk dinikmati.
“Bagaimana Mia, kamu tidak sedih lagikan? Tugas sekolah selesai deh,” goda nenek.
Mia langsung memeluk nenek,”Benar nek, terima kasih banyak sudah membantu Mia,” katanya gembira.
“Kalau begitu mari kita makan. Nanti jangan lupa kamu bawakan biji salak ini untuk orangtuamu,” ajak nenek lembut.
Komentar
Posting Komentar
Terima kasih sudah berkunjung ke blog saya. Mohon tidak membagikan tautan disini. Silahkan meninggalkan komentar yang baik dan sopan.