Bulan Maulid tiba. Artinya, beragam perayaan menyambut hari
kelahiran Nabi Muhammad SAW akan digelar. Saya sudah nggak sabar untuk
melihatnya. Dulu ketika masih muda, rasanya gembira luar biasa waktu dapat
kesempatan melihat prosesi grebeg maulud di keraton Yogyakarta. Padahal waktu
itu pekerjaan saya nggak ada hubungannya dengan kegiatan budaya, tapi maksain
harus lihat grebeg maulud. Alasannya waktu itu, di setiap acara pasti ada
sajian khususnya. Pas dong, saya kan bertugas mencari informasi soal
makanannya.
Bersama seorang teman yang bertugas memotret, kami keluar
masuk keraton untuk melihat apa saja makanan yang ada. Di sekitar pagar keraton
terlihat para penjaja telur merah. Yup, makanan ini memang eksis saat tradisi
grebeg maulud. Dibuat dari telur rebus yang diberi warna merah.
Sayang, karena nggak punya kartu khusus dan datangnya mepet
jadi nggak bisa lihat proses pembuatan grebegnya. Padahal gunungan itu sarat
makna. Agak sedih juga sih, apalagi Cuma bisa lihat tempat pembuatannya saja.
Akhirnya saya harus cukup puas dengan melihat gunungan besar itu didoakan dan
di arak ke alun-alun, sebelum akhirnya diperebutkan oleh masyarakat.
|
ayunan untuk baayun maulud |
Rupanya, keinginan untuk melihat acara budaya masih saja ada.
Biarpun sudah nggak tugas kemana-mana lagi. Senangnya karena di kota tempat
tinggal saat ini ternyata punya acara khusus menyambut maulid, yaitu baayun
maulid. Dikatakan baayun karena para peserta yang mengikuti acara akan diayun
menggunakan ayunan kain.
Kali ini, saya lumayan membekali diri dengan mencari
informasi seputar baayun maulid. Nggak tahu kenapa kok penasaran banget.
Dimulai dari nekad bertanya ke staf museum Lambung Mangkurat hingga mendatangi
daerah Rantau, diyakini disinilah pertama kali kegiatan baayun maulid
dilakukan.
Dari buku tradisi Baayun Maulud karya Drs. H. A. Gazali
Usman, saya tahu kalau tradisi ini sudah sejak dulu dilakukan oleh masyarakat
Banua Halat. Oh ya banua halat itu nama daerah di Kabupaten Tapin. Banua
sendiri berarti kampung halaman dan halat adalah pembatas jadi banua halat
adalah kampung halaman pembatas antara suku Banjar dan Suku Dayak Meratus.
Meski berbeda suku, keduanya saling menghormati.
|
ayunan baayun maulud |
Kegiatan baayun maulid sendiri dilakukan di masjid Keramat Al
Mukarammah yang ada di desa Banua Halat kiri. Desa ini berjarak 2 km dari
Rantau, ibukota Kabupaten Tapin. Masjid ini sudah sangat lama berdiri namun
masih terpelihara dengan baik.
Semula, tradisi baayun maulid diikuti oleh warga banua halat
saja. Tetapi sekarang peserta semakin bertambah. Jumlahnya tidak hanya ratusan
tetapi mencapai ribuan orang. Mereka datang dari berbagai daerah, bahkan ada
yang datang dari luar pulau Kalimantan.
Sudah pasti bagian dalam masjid yang berukuran 12x12 meter
tidak mampu menampung seluruh peserta. Oleh karena itu panitia membangun
tenda-tenda disepanjang jalan. Pada bagian dalam tenda, diikatkan bambu
berukuran besar sebagai tumpuan ayunan. Baru setelah itu ayunan disusun
sedemikian rupa.
Ayunan ini terbuat dari tiga lapis kain. Dahulu salah satu
kain yang digunakan adalah kain sasirangan
dengan motif bahindang, tetapi sekarang tidak lagi. Kalaupun ada yang tetap
memakai kain ini biasanya ayunan tersebut merupakan milik keluarga yang
diwariskan secara turun temurun. Agar ayunan tidak menutup, pada bagian atas
diikatkan bilah bambu. Tidak terlalu kelihatan sih karena dihiasi oleh
selendang. Setidaknya ada tiga helai selendang yang diikat sedemikian rupa.
Saling jalin menjalin hingga kelihatan cantik.
|
ayunan untuk baayun maulud |
Warna-warninya saja sudah menarik. Tambah menarik karena
dihias berbagai macam janur. Ada janur halilipan, payung, tangga pangeran, patah
kangkung, tangga puteri, payung singgasana, dan gelang-gelang. Oh ya ada juga
janur berbentuk keris-kerisan. Semuanya dibuat oleh penduduk desa Banua Halat Kiri.
Peserta nggak perlu repot lagi, cukup membayar uang pendaftaran yang sudah
termasuk biaya pembuatan ayunan plus kelengkapannya.
Untuk memudahkan pengaturan, penggelola masjid akan mendata
siapa saja warga yang membuat ayunan. Jumlah ayunan yang dibuat disesuaikan
dengan kemampuannya. Nantinya ayunan-ayunan ini akan langsung diikatkan pada
bambu besar. Selanjutnya akan disatukan dengan tiang penyangga yang ada di
tenda.
Rupanya, hiasan ayunan itu tidak cuma janur dan selendang
saja. Saya melihat ada makanan juga yang diikatkan. Jenisnya nggak banyak sih,
ada kue cincin, roti, dan pisang. Panganan ini bisa dimakan peserta selama
mengikuti upacara. Dulu, uang pun digantungkan di ayunan. Tetapi akhirnya
dihilangkan.
Karena pesertanya banyak, untuk memudahkan pencarian ayunan,
panitia sengaja menempelkan nomor di atas ayunan. Jadi setelah mendaftar,
peserta akan mendapat nomor ayunan. Peserta anak-anak dan dewasa dipisah lho.
Pagi-pagi sekali para peserta yang datang dari berbagai
daerah sudah tiba di arena upacara. Mereka akan langsung menuju ayunan.
Biasanya jumlah orang yang datang berkembang karena tidak mungkin anak-anak
atau orangtua datang sendiri. Paling sedikit ada dua orang pendamping, yaitu
bapak dan ibu si anak. Bisa dibayangkan berapa banyak orang yang datang saat
itu. Kalau ada 500 peserta, berarti ada 1500 orang yang datang.
Oh ya, khusus untuk peserta yang berasal dari desa Banua
Halat Kiri, kegiatan sudah dilakukan sejak dari rumah. Pagi-pagi sekali para
tetangga atau undangan sudah datang ke rumah peserta baayun maulid. Uniknya,
ada panitia yang bertugas membagi undangan ke setiap rumah. Maksudnya agar
undangan yang datang merata, tidak menumpuk di beberapa rumah saja.
|
membuat janur untuk baayun maulud |
Dipimpin seorang ulama, mereka akan membaca salawat nabi dan syair Al-Habsyi. Setelah
itu, menikmati beragam kue yang disajikan sebelum bersama-sama menuju masjid
Al-Mukarammah.
Disanalah acara utama akan digelar. Setelah seluruh peserta
menempati ayunannya, pembacaan asyrakal dilakukan, inilah inti upacara baayun
maulid. Dipimpin oleh guru atau ulama, para peserta mengayun ayunan secara
perlahan. Suasana seketika berubah syahdu. Tidak bisa diucapkan dengan
kata-kata. Benar-benar terasa kesakralannya.
Upacara baayun maulid pun usai. Ditutup dengan pemberian
tepung tawar pada seluruh peserta. Karena jumlahnya banyak, maka pemberian
tepung tawar dilakukan dengan cara berkeliling. Meski memakan waktu, tapi semua
sabar menunggu. Tidak ada yang berebutan. Setelah ditepung tawari, peserta bisa
kembali ke rumah dengan membawa ayunan beserta perlengkapannya.
Sebenarnya perlengkapan upacara baayun maulid tidak hanya
ayunan, ada perlengkapan lain yang diletakkan di bagian dalam masjid. Tepat di
depan para ulama yang memimpin upacara baayun maulid. Perlengkapan ini disebut
piduduk. Terdiri dari beras, gula merah, kelapa, benang, jarum, bumbu dapur,
tangga manisan, beras kuning, dan uang receh.
Dahulu, piduduk dibuat sendiri oleh peserta dan diberikan
kepada penggelola masjid. Tetapi karena jumlah peserta semakin banyak, piduduk
akhirnya dibuat secara simbolis saja sebagai syarat pelengkap upacara baayun
maulid. Di dekat piduduk diletakkan sesaji berupa telur dan nasi lamak.
Saat ini pelaksanaan tradisi baayun maulid tidak hanya
dilakukan di Masjid keramat Al-mukarammah saja, acara serupa juga digelar di
Masjid Sultan Suriansyah dan Masjid Jami Sungai Jingah. Waktu pelaksanaannya
tetap sama yaitu pada tanggal 12 rabiul awal. Demikianlah kegiatan maulid di tempatku,
bagaimana ditempatmu?
Saya belum pernah melihat acara baayun maulid, padahal saya orang kalsel, hiks, *tutupmukapakaibantal*
BalasHapusWahh banyak juga ya mbanyang ikut ayunan maulud ini hehe Aku tidak pernah melihat sama sekali jadi pas membaca ini rasanya jadi sedikit lebih tau soal perayaan ini hehe
BalasHapusIya mbak ae. Sampai ribuan yang ikut. Ramelah melihati
HapusYang ikut sampai ribuan mbak. Ramailah melihati
HapusKeren mbak Utari tulisannya. Aku malah belum nulis2 ttg tradisi baayun maulid ini.
BalasHapusMasih belajar juga mbak. Terima kasih
HapusWah, ini kyknya ya yg kmrn drmh tetangga itu. Sygny ak g ngikutin smpe selesai. Semakin kesini adat ini cm org2nya aja yg mempraktekkin.. Aplg klo sdh msk lingkungan komplek. Makin jarang.
BalasHapusSayang ya. Menurut saya budaya harus dijaga karena itu jati diri kita
HapusRamainya acaranya.. Jd mupeng mau liat juga pas hari H nya. Kemaren mbak dina kayanya juga baayun mulud di barabai bayi nya
BalasHapusAyo melihati pas maulid esok
HapusRame banget yaa pasti, Eny suka nonton siarannya di TV aja apalagi liat langsung kan...
BalasHapusEnychan
Lebih seru melihat langsung mbak
Hapusnonton langsung lebih seru mbak. lebih terasa ramainya. bisa sambil jajan juga hehehe
HapusAnak aku yg kedua kemaren be ayun,wkt anak pertama juga di ayun.tapi kalau tradisi kami orang Barabai (hulu sungai tengah) beayun nya itu dirumah mba di waktu pembacaan asrakal.utk pembacaan asaral nya itu pun trgantung tempat kalau di barabai kota maulid nya di mulai dari sore sampai habis isya baru asrakal.kalau barabai agak ke kampung atau daerah atas itu biasanya pagi mba,dan baca asrakal nya agak siangan nah jadi beayun nya jg siang.kalau di barabai yg beayun cuman bayi mba kalau di tempat lain yg tua jg ikutan beayun.hehe
BalasHapusBegitu lah ragam budaya,hehe
Iya setiap tempat atau daerah punya budaya sendiri. Senang bisa melihat budaya masyarakat
HapusKalau ke acara ini lagi, nanti mampir ke rumah ya mba, lokasinya lumayan dekat sms rumah mamaku :)
BalasHapusAh paraklah lawan rumah mama mbak.
HapusIh, aku telat banget dapet info ada kegiatan beginiab. Tau juga dr blog mbak. Pengen lihat kegiatan budaya ginj huhu
BalasHapusTandai aja mbak setiap bulan maulid pasti ada acara ini
HapusHalo mbak, sebelumnya mau bilang, ini pertama kalinya aku berkunjung ke sini. Tulisan mbak sangat mengedukasi terutama buat aku yang kurang paham dan kurang tahu masalah begini dan nggak pernah menghadiri. hehe.. Keep writing mbak.
BalasHapusTerima kasih mbak. Sayang kalau sudah lihat kada dituliskan. Mudah-mudahan memberi manfaat untuk pembaca
HapusWahhh baayun maulid ya, aku belum pernah liat perayaan ini secara langsung nih. Jadi pengen menyaksikannya secara langsung gitu deh aku 😍
BalasHapusAyo lihat mbak. Di banjarmasin ada di masjid sultan suriansyah dan masjid jami. Kalau banjarbaru di museum lambungmangkurat
HapusWah Mba, saya yang orang Banjar aja belum begitu banyak tahu ttg baayun maukid ini. Krn di daerah saya gak ada budaya ini. Informatif sekali.
BalasHapusMudah-mudahan tulisannya membantu pembaca semua
HapusWah, pesertanya sampai 500 orang, pasti rame banget ya acaranya.
BalasHapusBukan ramai lagi mbak ar...ruaaamaaii
HapusWah, acara tradisional seperti ini harus dilestarikan keberadaannya. Ulun pernah ae jua nonton di masjid sultan suriansyah.
BalasHapusUlun belum lihat yang di masjid sultan suriansyah. Tapi pasti ramai jualah
HapusBaru tau adat ini, taunya beayun buat anak-anak aja, ga ditentuin bulan begini, ternyata disana ada ya.
BalasHapusOh yang untuk anak-anak itu mengayun anak. Biasanya anak baru lahir kalau kada salah
Hapus